Jejamo.com, Bandar Lampung – Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) adalah lembaga yang melakukan pengelolaan keuangan haji berasaskan prinsip syariah, kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan dan akuntabel, serta bertujuan meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, rasionalitas, dan efisiensi penggunaan BPIH, dan manfaat bagi kemaslahatan umat Islam, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014.
Badan yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden melalui menteri ini siap mengelola dana haji yang saat ini tercatat sekitar Rp110,2 triliun yang terdiri dari dana setoran awal jemaah calon haji mencapai Rp107 triliun, dan dana abadi umat Rp3,2 triliun. Regulasi dan teknologi informasi telah disiapkan, termasuk sosialisasi.
Agar jemaah haji dapat mengetahui informasi tentang dana haji mereka yang telah mendapat nilai manfaat setelah di-investasikan, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) akan memiliki virtual account yaitu rekening bayangan yang berisikan nomor ID customer yang dikeluarkan bank penerima setoran dana haji.
BPKH akan segera mengimplementasikan Sistem Keuangan Haji Terpadu (Siskehat).
Hal tersebut disampaikan Dr Hj Hurriyah El Islamy (anggota Badan Pelaksana BPKH) saat sosialisasi Peraturan Perundang-undangan tentang BPKH di Hotel Novotel Bandarlampung, Jumat 7 Desember 2018.
Hurriyah mengatakan, dalam masa tunggu, calon jemaah haji dapat memantau setoran dana haji dan bagi hasil yang didapat melalui virtual account. Namun ini hanya bisa dilihat saldonya tapi tidak bisa diambil.
“Selama masa tunggu, jika nilai manfaat yang diterima jemaah telah melebihi nominal ongkos naik haji yang ditetapkan DPR, maka jemaah tidak perlu membayar kekurangan atau biaya pelunasan haji, karena kelebihan dana manfaat itu akan diberikan kepada jemaah haji.” ujarnya.
Sementara Kepala BPKH Anggito Abimanyu dalam kesempatan sosialisasi tersebut mengatakan bahwa BPKH akan mengelola keuangan haji dengan efisien dan minim risiko (low risk), namun manfaatnya akan tetap optimal,
“Terkait dengan investasi, penempatan dana haji akan menggunakan lima instrumen investasi, yakni besaran untuk perbankan (deposito) sebanyak 50 persen, investasi langsung 20 persen, sisanya emas, sukuk, dan investasi lainnya, sedangkan untuk operasional BPKH maksimal 5 persen” ujar mantan Dirjen Haji dan Umrah Kemenag tersebut.
Hadir dalam sosialisasi tersebut Suryani M Nur (Wakil Ketua MUI Provinsi Lampung), Alamsyah (Dekan Fakultas Syariah UIN Raden Intan), Muflih (Kasi Pengelolaan Keuangan Haji Kanwil Kemenag Provinsi Lampung), Hi. Khairuddin Hasnawi (Sekretaris Pengurus Wilayah Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia Provinsi Lampung), Putri Rosmala Dewi (Branch Manager Bank Mega Syariah), dan para pimpinan cabang bank umum syariah, dan unit usaha syariah bank umum konvensional Se-Sumatera.
Dalam sesi diskusi, Suryani M Nur mengatakan, Majelis Ulama Indonesia telah melakukan kajian secara komprehensif terkait pemanfaatan dana haji untuk hal produktif.
“Boleh ditasarufkan namun untuk jenis usaha yang memenuhi prinsip-prinsip syariah, investasi yang aman / low risk tapi memiliki imbal balik yang optimal (prudensialitas) yakni berkembang dan hasilnya membawa manfaat bagi jemaah haji sendiri maupun kemaslahatan umat Islam, dan harus memperhatikan prinsip likuiditas,” ujar Suryani yang juga dosen Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Tulang Bawang, dan dosen luar biasa Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung itu. [Andi Apriyadi]