PROSES tahapan pemilu 17 April lalu makin semarak ketika KPU kabupaten/kota di Indonesia merekrut Relawan Demokrasi (Relasi).
Di setiap KPU, ada 55 Relasi yang terbagi dalam 11 basis. Basis tersebut adalah pemilih pemula, pemilih muda, perempuan, keagamaan, komunitas, keluarga, berkebutuhan khusus, marginal, disabilitas, warganet, dan basis relawan demokrasi.
Setiap basis, ada kegiatan yang wajib mereka lakukan. Tapi di luar itu, mereka juga harus banyak-banyak bersosialisasi ke masyarakat, baik yang dikemas dalam sebuah acara, ataupun pertemuan informal ke segmen-segmen masyarakat tersebut.
Keberadaan Relasi memang sangat dibutuhkan saat itu. Bayangkan, pemerintah dan KPU RI sebelumnya sudah mematok tingkat partisipasi masyarakat pada pemilu 2019 harus mencapai 77,5 persen.
Sebuah angka yang cukup tinggi. Apalagi, berdasarkan data KPU RI, tingkat partisipasi masyarakat dari pemilu ke pemilu terus menurun.
Pada Pemilu 1999 lalu, tingkat partisipasi pemilih mencapai angka 92,6%. Kemudian pada pemilu 2004 tingkat partisipasi dalam pemilu legislatif turun menjadi 84,1%.
Sedangkan pemilu presiden, yang baru pada tahun itu dimulai pemilihan langsung, tingkat partisipasinya sebesar 78,2% pada putaran pertama, dan turun menjadi 76,6% pada putaran kedua.
Tingkat partisipasi makin menurun pada pemilu 2009, yaitu 70,7% untuk pemilu legislatif dan 71,1% pada pemilu presiden. Peningkatan angka partisipasi terjadi pada pemilu 2014, yaitu mencapai 75, 1% pada pemilu legislatif, dan 70,9% pada pemilu presiden.
Namun angka ini masih di bawah tingkat partisipasi pemilu 2004 dan 1999. Masih banyak alasan lainnya, yang menguatkan “kekhawatiran” target tingkat partisipasi tidak tercapai.
Namun, KPU dan jajaran terus berusaha agar tingkat partisipasi yang diinginkan itu tercapai atau setidak-setidaknya mendekati angka tersebut.
Berbagai kreasi kegiatan dilakukan untuk mengemas kegiatan sosialisasi dan pendidikan pemilih agar lebih menarik. Bagaimana pun, sebagai wujud dari pelaksanaan demokrasi yang paling konkret, partisipasi masyarakat dalam pemilu sangatlah penting.
Keberadaan Relasi adalah salah satu dari bagian upaya itu. Relasi basis warganet, misalnya, mengumpulkan para blogger dan penggiat sosial media. Tentu perlu cara tersendiri agar komunitas blogger dan penggiat sosial media mau hadir.
Dibuatlah kompetisi membuat tulisan di blog masing-masing dan juga lomba membuat status dan unggah foto seputar kegiatan sosialisasi.
Pemilik tulisan dan status paling menarik akan diberi hadiah. Tempatnya pun dipilih sebuah lokasi yang biasa digunakan untuk nongkrong anak-anak muda.
Walhasil, beberapa kali acara yang digelar selalu dibanjiri peserta. Sebuah acara dengan banyak manfaat. Bukan sekadar sosialisasi pemilu untuk para hadirin, melainkan membuat para pembacanya tertarik untuk menggunakan hak pilih.
Masih ada manfaat lainnya, yaitu memotivasi para anak muda untuk terus menulis dan menulis positif.
Kemudian relasi marginal berhasil mengumpulkan masyarakat di pelosok-pelosok. Relasi basis keagamaan, menyasar kelompok keagamaan dan masyarakat di tempat-tempat ibadah.
Meskipun dalam setiap pertemuan tetap dihadiri oleh komisioner KPU sebagai pemateri utama, Relasi telah mampu membuat moment dan mengumpulkan komunitas yang bisa jadi tanpa peran mereka, tidak bisa dicapai oleh KPU.
Berkat kerja keras itulah tingkat partisipasi secara nasional dapat mencapai angka 81, 97 persen. Angka itu tentunya meningkat dibanding pemilu sebelumnya, bahkan melewati target yang 77,5%.
Di Kota Bandar Lampung sendiri, tingkat partisipasi malah lebih tinggi daripada tingkat nasional yaitu mencapai 88,6 persen.
Tentu, angka partisipasi itu bukan buah kerja keras KPU dan jajarannya, termasuk Relasi semata. Tapi juga ada peran dari pemerintah daerah, para peserta pemilu, dan stakeholder lainnya.
Tapi keberadaan Relasi telah memberi kesan tersendiri, setidak-tidaknya kemasan acara yang lebih kreatif dan makin mendekatkan kepada masyarakat pemilih. []
* Fadilasari adalah Komisioner KPU Kota Bandar Lampung