Jejamo.com, Bandar Lampung – Efi (51), penjual burgo yang merupakan kuliner khas Ramadan, menyampaikan alasan semakin sulitnya menemukan kudapan tradisional itu oleh karena maraknya kemunculan makanan kekinian yang lebih diminati pembeli, Sabtu, 19/5/2018.
Efi yang selama bulan Ramadan ini memilih untuk tetap menjual burgo di kios sederhana miliknya mengakui jika peminat burgo semakin tahun semakin berkurang.
Karena takut merugi, ia hanya menyiapkan sepuluh kantong burgo saja setiap harinya. Untuk setiap kantong burgo lengkap dengan sambal dan kuah santannya ia mematok harga Rp6.000.
Tiga hari berjualan di bulan Ramadan ini, Efi mengaku burgo miliknya kerap tak terjual habis. Hal tersebut bukan tanpa alasan.
Pasalnya, menurut Efi, pembeli justru lebih meminati makanan kekinian seperti sosis gulung, bakso bakar, sate taichan, dan risol cokelat.
“Sekarang mah jarang abis, yang beli pada suka sosis gulung sama bakso bakar, apalagi sate taichan sama risol cokelat. Belum beduk juga udah abis,” ungkapnya.
Menyikapi kenyataan bahwa burgo tak lagi banyak diminati pembeli seperti dulu, Efi yang membuka kiosnya di Pasar Way Halim ini mengaku pasrah.
Efi mengatakan, perubahan zaman telah memengaruhi selera pembeli dan tampaknya kuliner Ramadan yang sudah melegenda seperti burgo akan semakin jarang ditemui karena peminatnya yang terus berkurang.
Burgo adalah kuliner khas Ramadan berbahan dasar tepung beras dan tepung sagu yang disiram kuah santan kental dan dibubuhi sambal sesuai selera penikmatnya.
Sejak dahulu burgo hampir selalu ada dijajakan pedagang pasar tradisional jika Ramadan tiba.
Namun demikian, sekarang kehadiran burgo semakin jarang terlihat ditawarkan pada pembeli. Malang nian nasibmu burgo.(*)
Laporan Esha Enanda, Wartawan Jejamo.com