Jejamo.com, Bandar Lampung – Pertumbuhan ekonomi global semakin tidak merata dan disertai ketidakpastian di pasar keuangan global yang masih tinggi.
Ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi global tersebut tidak terlepas dari ketegangan perdagangan antara AS dengan sejumlah negara lain.
Tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global juga mendorong para investor menempatkan dananya di aset-aset yang dianggap aman, khususnya di AS.
Berbagai perkembangan tersebut pada gilirannya mengakibatkan dolar AS terus menguat yang kemudian mendorong aliran modal keluar dari negara-negara emerging market dan akhirnya menekan banyak mata uang negara berkembang.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung (Direktur) Budiharto Setyawan dalam siaran persnya mengatakan Meski demikian, perekonomian Indonesia di triwulan II 2018 tercatat meningkat cukup tinggi, hal ini tercermin pada PDB triwulan II 2018 yang tumbuh sebesar 5,27% (yoy) atau merupakan capaian tertinggi sejak 2013.
Kenaikan pertumbuhan ekonomi tersebut terutama didorong oleh permintaan domestik dari konsumsi swasta dan pemerintah.
Di samping itu, pencapaian inflasi per September tercatat cukup rendah dan terkendali pada kisaran sasaran 3,5±1%. Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2018 tetap kuat didorong permintaan domestik.
Investasi tetap baik seiring dengan berlanjutnya pembangunan infrastruktur sehingga mendorong perbaikan konsumsi swasta. Ujarnya.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus mewaspadai risiko ketidakpastian tersebut dengan melakukan upaya stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya, menjaga bekerjanya mekanisme pasar serta mendukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan melalui langkah-langkah:
a. Memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan ketahanan eksternal dalam kondisi ketidakpastian perekonomian global yang masih tinggi.
b. Menerapkan kebijakan yang bersifat pre-emptive, front loading dan ahead of the curve dalam pengaturan suku bunga serta menjaga inflasi sesuai dengan sasarannya. Bank Indonesia telah menaikkan BI7DRR sebesar 150 bps sejak Mei 2018 sebagai upaya untuk mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik dan mengendalikan defisit transaksi berjalan dalam batas yang aman.
c. Intervensi ganda (dual intervention) di pasar valas dan di pasar surat berharga negara (SBN) untuk stabilisasi nilai tukar rupiah. Di pasar valas, BI meningkatkan efektivitas penyediaan swap valas baik dalam rangka operasi moneter maupun dalam rangka hedging dengan tingkat harga yang lebih murah di samping penciptaan instrumen lindung nilai baru melalui Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Hal ini diyakini akan memperkuat alternatif instrumen pengelolaan likuiditas di pasar dan mendukung stabilitas nilai tukar tukar Rupiah.
Di samping itu, strategi Operasi Moneter diarahkan untuk menjaga kecukupan likuiditas khususnya di pasar uang rupiah dan pasar swap antar bank.
d. Akselerasi pendalaman pasar keuangan melalui implementasi IndONIA sebagai suku bunga acuan pasar uang dan akan diikuti dengan pengembangan instrumen OIS (Overnight Index Swap) dan IRS (Interest Rate Swap) sehingga mampu mendukung pembentukan struktur suku bunga pasar yang lebih efisien.
f. Komunikasi yang intensif khususnya kepada pelaku pasar, perbankan, dunia usaha, dan para ekonom untuk membentuk ekspektasi yang rasional sehingga dapat memitigasi kecenderungan nilai tukar rupiah yang terlalu melemah (overshooting) dibandingkan dengan level fundamentalnya.(*)
Laporan Widyaningrum, Wartawan Jejamo.com