Oleh Sulistiyo Purnomo Pambudi
Direktur Smart Tour & Travel/Pegiat Pariwisata Lampung
Menikmati sajian kopi kini tak lagi diidentikan dengan duduk nongkrong di warung-warung pinggir jalan atau sudut pasar-pasar tradisional. Tidak pula diidentikan dengan orang-orang yang duduk-duduk tanpa kerjaan, sambil mengobrol menghabiskan waktu hingga malam.
Sajian kopi sekarang sudah menjadi sebuah style atau gaya hidup di kalangan perkotaan. Cafe-cafe maupun kedai yang menyediakan beragam jenis kopi berdiri di mal-mal, perkantoran atau jalanan utama kota.
Pembelinya beragam. Dari mulai pekerja kantoran, mahasiswa, pengusaha hingga kalangan pelajar. Tak sebatas pria, kopi juga digandrungi oleh kaum hawa.
Hal yang juga membedakan sajian kopi tradional dan modern yakni dari sisi pembuatan. Dulu penyajian cukup dengan menyeduh kopi dengan air panas lalu diaduk.
Namun kini, para konsumen bisa melihat atau bahkan membuat langsung dari biji kopi pilihan. Barista adalah nama modern para peracik kopi tersebut.
Beragam pilihan tersaji, dari mulai kopi hitam hingga campuran susu latte atau cappucino. Ada juga ekspresso dan macchiato. Ekspreso merupakan kopi yang dibuat dengan uap panas bertekanan tinggi. Sementara macchiato, adalah kopi ekspresso yang ditambahkan susu dengan rasio 4:1
Saya termasuk pecinta kopi. Saya suka kopi dengan citra rasa berat karena memiliki nuansa berbeda. Pikiran seakan menjadi lebih ‘plong’ dan bisa merangsang ide-ide maupun gagasan keluar setelah minum.
Nah, untuk pilihan kopi, saya pilih Kopi Lampung. Kopi Lampung memang tak sekuat kopi Aceh. Tapi kopi ini mempunyai wangi yang khas. Selain itu, juga lebih familiar di lidah.
Konon, Kopi Lampung sudah ada sejak 1900 di Bumi Ruwa Jurai ini. Biji kopi berjenis robusta tersebut dibawa oleh orang-orang Belanda. Daerah perkebunan kopi, banyak terdapat di Kabupaten Lampung Barat.
Lampung Barat yang berhawa dingin memiliki lahan perkebunan hingga 53 ribu hektar. Selain itu, 80 persen profesi masyarakat di sana merupakan pekebun kopi. Bahkan pegawai negeri atau pekerja kantoran tak sedikit yang memiliki kebun kopi di pekarangnya rumahnya. Setiap tahun, sekitar 48 ribu ton kopi diproduksi dari daerah tersebut.
Perkebunan kopi di Lampung Barat menjadi potensi untuk pengembangan Agrowisata. Dan hal ini pun telah direncanakan oleh pemerintah daerah setempat. Diharapkan pada tahun ini semua bisa berjalan.
Hanya saja yang perlu menjadi catatan, bicara pengembangan wisata tak bisa hanya berjalan secara parsial. Kerja sama antara masyarakat, pekebun dan pemerintah harus benar-benar terjalin.
Konsepnya juga harus jelas, apa yang ingin ditawarkan ke wisatawan. Misal, pengunjung dilibatkan untuk memetik kopi, mengolah kopi secara tradional hingga pengolahan secara modern atau program menjadi barista.
Selain itu yang tak kalah penting adalah menggencarkan promo dari berbagai lini. Mulai media sosial hingga mengikuti pameran-pameran baik nasional maupun internasioal. Bisa juga menggandeng instansi-instansi swasta maupun BUMN untuk berkunjung ke Lampung Barat.
Jika semua ini berjalan tentu akan berdampak positif bagi penghasilan masyarakat sekitar dan menjadi salah satu sumber pemasukan bagi pendapatan asli daerah (PAD).
Satu lagi produk kopi lampung yang sudah mendunia adalah kopi luwak. Untuk minum kopi ini kita memang perlu merogoh kocek lebih dalam dibanding kopi pada umumnya. Per kilogram harga kopi luwak bisa mencapai Rp 1 juta. Maklum untuk memproduksi kopi ini membutuhkan waktu dan energi lebih.
Sebenarnya biji kopi luwak sama dengan kopi pada umumnya. Hanya saja, jika pada kopi biasa biji dipilih oleh manusia, untuk jenis ini memanfaatkan hewan luwak. Pilihan kualitas biji oleh luwak dinilai lebih bagus dibanding manusia karena memakai instingnya.
Luwak memakan biji kopi tersebut dan yang tak tercerna keluar bersama feses. Biji kopi lalu dibersihkan sebelum dikeringkan dan diolah.
Karena itu, kopi luwak memiliki citra rasa khas karena proses fermentasi langsung di tubuh luwak. Aromanya yang harum membuatnya berbeda dengan kopi pada umumnya.
Di berbagai ajang internasional, kopi luwak pun kerap menjadi primadona. Termasuk saat pameran di Korea Selatan dan Food Hospitality World ke-6 (FHW) di Canton Fair Complex 2017 di Guangzhou, Cina. Di luar harga pasaranya luar tak tanggung-tanggung, bisa sampai 150 dolar AS per 500 gram.
Korea Selatan, kopi luwak jadi primadona saat pameran Food Hospitality World ke-6 (FHW) di Canton Fair Complex 2017, Guangzhou, Tiongkok.
Lampung memiliki kopi luwak berkualitas karena dan biiji kopi robusta yang bagus. Namun, harus diakui salah satu kendala Luwak Lampung Barat yakni dari sisi promosi. Gabungan Kopi Luwak Robusta Lampung Barat pernah merilis jika jumlah perajin luwak menurun dari tahun ke tahun.
Jika pada 2006 ada 31 perajin yang tergabung organisasi tersebut, tahun lalu hanya tersisa 8 orang. Sejumlah perajin bankrut karena produknya tak bisa dipasarkan, sementara biaya produksi cukup besar.
Mereka juga kesulitan untuk mengakses permodalan. Inilah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah daerah setempat bila ingin serius mengembangkan pasar. Permodalan, pelatihan dan akses pasar.
Untuk membeli luwak Lampung sebenarnya mudah. Anda tinggal buka marketplace seperti Tokopedia atau Lazada. Di sana jual beragam jenis kopi luwak.
Tapi, kalau ingin benar-benar merasakan bagaimana perkebunan kopi dan proses pengolahan kopi sampai penyeduhan, maka berkunjung ke Lampung Barat adalah opsi yang baik.
Anda bisa merasakan nikmatnya kopi Robusta dan Luwak dari sumber aslinya. Lampung Barat juga terkenal dengan wisata alamnya, dari mulai Danau Ranau hingga arung jeram di Sungai Way Besai.
Teringat sewaktu kuliah saya pernah melewati rindang dan eloknya perkebunan itu. Biji kopi berwarna kemerehan menjuntai di antara dedaunan pohon.
Mereka tumbuh di dataran tinggi dengan suhu sejuk. Rasanya seperti berada di surga kopi. Wajar kemudian jika ada pameo yang mengatakan, ‘Surganya penikmat kopi itu di Lampung Barat, kalau belum ke sana belum ketemu surga’.(*)