Senin, Oktober 14, 2024

Top 5 This Week

Related Posts

Samsul Bahri: Pantang Ngemis, Pilih Cari Rongsokan dengan Kursi Roda

Samsul Bahri. | Andi Apriyadi/Jejamo.com

Jejamo.com, Bandar Lampung – Teriknya matahari dan padatnya arus lalu lintas bukan hambatan bagi sosok pria lanjut usia yang duduk di kursi roda itu. Sambil kedua tangannya mengayunkan di bagian kedua ban kursi roda, lelaki tersebut melewati seputar Jalan Hayam Wuruk, Bandar Lampung, Minggu, 8/10/2017.

Pria lanjut usia yang sudah dua tahun tidak dapat berjalan tersebut bernama Samsul Bahri (58), warga Jalan Kamboja, Gang Karya Bakti, Kelurahan Kebonjeruk, Kecamatan Tanjungkarang Timur, Bandar Lampung. Ia mencari rezeki sebagai pemulung.

Satu buah karung putih ditaruh di pangkuannya untuk menaruh barang bekas seperti, botol plastik air mineral, kardus bekas dan barang lainnya yang layak dijual.

Samsul Bahri menceritakan, kakinya tidak dapat berjalan lagi disebabkan musibah yang menimpanya saat dirinya sedang bekerja sebagai tukang servis AC di sebuah hotel di Bandar Lampung dua tahun yang lalu.

“Waktu sedang memperbaiki AC di Bukit Randu, saya terjatuh. Itu ketinggiannya mencapai 3 meter. Saya menggelinding hingga kejang-kejang dan pingsan,” ujarnya kepada jejamo.com saat ditemui di Jalan Hayam Wuruk.

Kemudian, lanjut Samsul, setelan tidak sadarkan diri, ia dibawa warga ke rumah seorang dukun. Setelah beberapa jam akhirnya dia sadar. Namun, kedua kakinya tidak dapat digerakkan.

“Alhamdulillah, saya sadar. Tapi, saya kaget kenapa kaki saya enggak dapat digerakkan hingga sampai sekarang saya menggunakan kursi roda. Saya dapat kursi roda dikasih Bunda Eva Dwiana,” terangnya.

Pascakejadian tersebut,  Samsul sempat mengeluh dengan musibah terjadi padanya. Namun, dengan keyakinan almarhum istrinya, Iyem, ia mengikhlaskan.

“Saya sempat menangis kenapa musibah ini terjadi pada saya. Tapi, alhamdulillah istri selalu meminta saya untuk semangat. Tapi, sekarang istri saya sudah meninggal karena sakit lambung. Sekarang saya tinggal sendiri di kontrakan,” kata dia.

Samsul lalu memutuskan menjadi pemulung. Empat putrinya sempat melarang. Tapi, dia meyakinkan keluarga kalau ia tidak mau dikasihani orang.

“Daripada minta-minta atau mengemis, lebih baik saya kerja jadi pemulung,” paparnya.

Dia menceritakan, sejak ditinggal sang istri, ia hanya tinggal seorang diri. Dua anaknya sudah menikah, sedangkan yang dua tinggal bersama anak sulung.

Saban hari Samsul berkeliling ke sejumlah jalan protokol di Bandar Lampung. Ia mulai bekerja sejak pukul 05.00 sampai dengan 17.00.

“Sampai rumah, saya istirahat dan ngumpulin barang rongsokan. Jam tujuh malam saya keluar lagi sampai jam sepuluh,” ujarnya.

Ia menuturkan, barang bekas yang didapat dikumpulkan terlebih dahulu. Setelah terkumpul cukup banyak, baru dijual kepada penampung. Uang hasil penjualan barang bekas digunakan untuk membayar kontrakan Rp700 ribu per bulan.

“Saya jualnya tiga minggu sekali. Biasanya kalau sudah banyak, penampungnya ke rumah. Alhamdulillah dapat Rp300 ribu. Bisa nambahin bayar kontrakan Rp700 ribu. Ada juga yang kasih bantuan untuk keperluan sehari-hari dan biaya kedua anak saya yang kuliah di Unila,” pungkasnya.(*)

Laporan Andi Apriyadi, Wartawan Jejamo.com

Popular Articles