Jumat, November 8, 2024

Top Hari Ini

Terkini

Opini Abizar: Feminisme dan Pilkada Bandar Lampung

Abizar. | Dokumentasi

DEMOKRASI di Indonesia setelah Reformasi 1998 telah membuka akses bagi perempuan untuk terlibat dalam proses politik dan pengambilan kebijakan.

Secara kuantitas perempuan terbesar jumlah pemberian suaranya dalam pemilihan umum. Sehingga tuntutan peran dan partisipasi perempuan tidak hanya memilih.

Perempuan mempunyai hak untuk menduduki jabatan-jabatan strategis dalam bidang politik.

Dalam membangun komunikasi politik, perempuan baik secara individu maupun kelompok memiliki alasan-alasan, implikasi dan peran yang memunculkan perannya di partai politik dan legislatif, serta eksekutif.

Ide-ide tentang kebijakan publik yang adil terhadap perempuan tidak cukup diperjuangkan dengan cara menitipkannya kepada politisi laki-laki.

Dengan demikian kehadiran perempuan atau “politics of presence” menjadi penting karena dapat membuka akses perempuan terhadap pengambilan keputusan.

Namun muncul pro dan kontra dalam hubungan antara laki-laki dan wanita, melalui konstruksi sosial, nilai-nilai (termasuk di dalamnya hasil dari misinterpretasi terhadap ajaran agama), adat istiadat dan seterusnya, membentuk suatu hubungan atau relasi sosial yang sangat timpang.

Ketimpangan itu terjadi karena dalam setiap aspek kehidupan, nilai laki-laki (male value) lebih dihargai jika dibandingakan dengan female value yang telah tersubordinasi oleh kekuasaan (oleh laki-laki).

Tentang legalitas (menurut agama) perempuan maju menjadi pemimpin politik, yang kontra menggunakan dasar klasik tentang keabsahan pemimpin poltik atau negara perempuan dengan menyatakan ayat “Arrijalu Qawwamuna ‘alannisa’”, “laki-laki adalah pemimpin perempuan”, dan Hadis yang menyatakan bahwa “kaum yang dipimpin perempuan tidak akan sejahtera.”

Muncul nama Chusnunia Chalim (Nunik) Bupati Lampung Timur sebagai Wakil Gubernur Lampung.

Keterwakilan Nunik sebagai wakil Guburnur menimbulkan spekulasi bahwa berfokus terhadap aspirasi prempuan di Lampung karena sosok Nunik merupakan representasi politik dari perempuan Lampung.

Meskipun berhasil memenangkan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung suara Nunik di Bandar Lampung cukup sedikit dan mengalami kekalahan.

Kondisi heterogen yang ada di Bandar Lampung justru menambah keunikan tersendiri terkait kultur dan budaya politik masyarakatnya.

Bandar Lampung juga menjadi tolok ukur kemajuan partisipasi masyarakatnya mengingat kegiatan-kegiatan dan aksi yang berkaitan dengan politik.

Pada Pilkada Bandar Lampung tahun 2020, keterlibatan perempuan kian terasa. Tak hanya sebagai pendamping/wakil wali kota bahkan sosok perempuan menduduki pilihan nomor satu alias calon wali kota Bandar Lampung.

Ini dibuktikan dengan muncunya Dr Zam sebagai wakil wali kota berpasangan dengan Ike Edwin.

Dan kemungkinan Eva Dwiana, istri petahana Wali Kota Herman HN, mencalonkan sebagai wali kota Bandar Lampung.

Jika merujuk hasil suara Nunik di Bandar Lampung, apakah wakil perempuan masih belum dianggap pas menduduki posisi wali kota atau wakil wali kota atau akan menambah deretan kekuasaan feminisme menguasai berbagai kota dan kabupaten di Lampung? Menunggu jawaban waktu.

(Penulis adalah dosen Universitas Muhammadiyah Lampung)

Populer Minggu Ini