
Lokakarya SNV di Hotel Yunna. | Dokumentasi
Jejamo.com, Bandar Lampung – Indonesia saat ini masuk dalam peringkat kedua sanitasi terburuk di dunia setelah India.
Berbagai kerugian dalam beberapa aspek seperti ekonomi, lingkungan dan kesehatan menjadi garis besar bahwa isu sanitasi harus lebih diperhatikan.
Setidaknya, angka kerugian yang didapat Indonesia akibat sanitasi buruk mencapai Rp57 triliun setiap tahunnya. Kondisi ini diperparah dengan fakta-fakta bahwa sanitasi buruk telah membunuh 140 ribu anak yang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit diare.
Sebanyak 75% badan sungai yang ada di Indonesia juga telah terscemar akibat perilaku buang air besar sembarangan (BABS). Dari BABS tersebut, 14 ribu ton tinja mengotori badan air setiap harinya.
Kondisi ini mengingatkan kita akan potensi krisis akibat sanitasi buruk yang dapat mengancam bonus demografi yang akan didapat Indonesia pada tahun 2030, dimana pemuda sebagai generasi bangsa akan terdampak secara langsung.
Sebagai bentuk dukungan dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan point 6, yaitu akses sanitasi aman dan kebersihan yang berkelanjutan bagi semua, SNV Netherland Development Organisation mengadakan lokakarya pengembangan kapasitas pemuda untuk komunikasi dan fasilitasi di Hotel Yunna, Bandar Lampung, 22-24 April 2019.
Acara tersebut dihadiri oleh 20 pemuda berasal dr dari perwakilan dari mahasiswa, komunitas dan LSM di Bandar Lampung, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan fasilitasi sehingga pemuda cakap menyuarakan isu sanitasi kepada masyarakat.
Acara difasilitasi oleh 2 fasilitator, Yakni I Nyoman Suartana selaku Urban Sanitation Spesialist dan Bambang Pujiatmoko selaku Wash Advisor dari SNV Indonesia.
Dalam materinya, Bambang Pujiatmoko menyampaikan bahwa perubahan dimulai dengan membangun kesadaran di masyarakat yang harus disepakati bersama oleh masyarakat tersebut melalui sebuah konsensus.
Di sinilah peran fasilitator menjadi penting untuk mempermudah pencapaian tujuan bersama.
Lebih lanjut disampaikan juga pentingnya untuk mendengar dan memperhatikan kepentingan kaum minoritas karena mereka juga harus mendapatkqn hak yang sama.
Lebih lanjut, I Nyoman Suartana menyampaikan perubahan perilaku di masyarakat dan kemampuan kita untuk mengubah cara kita membangun dan mengelola ruang kota pada akhirnya akan menjadi penentu untuk mencapai sanitasi aman.
Sikap pemuda dalam melihat kondisi ini menjadi penting. Pemuda sebagai agen yang dapat menjembatani masa kini dan masa depan harus dapat menyuarakan perubahan, dimana jika perubahan terjadi dimasa mendatang pemuda tersebut yang akan menikmati hasilnya atau jika tidak terjadi perubahan merekalah yang akan merasakan dampaknya. Demikian rilis SNV yang diterima jejamo.com malam ini. []