
Direktur LBH Pers Lampung Hanafi Sampurna | ist
Jejamo.com, Bandar Lampung – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Lampung sangat menyayangkan atas terjadinya kekerasan dan intimidasi yang diduga dilakukan oleh sejumlah oknum mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila) terhadap Alfany Pratama jurnalis Pers Mahasiswa Teknokra Unila.
“Kami sangat menyayangkan atas terjadinya kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis Teknokra Unila. Seharusnya mahasiswa hukum yang notabenenya melek hukum tidak melakukan kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis,” ujar Direktur LBH Pers Lampung Hanafi Sampurna melalui siran pers, Senin, 15 April 2019.
Hanafi menyarankan kepada oknum mahasiswa tersebut untuk membaca dan memahami Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. “Sehingga mahasiswa paham akan tugas dan fungsi pers serta mekanisme jika ada keberatan terhadap pemberitaan oleh pers,” ungkap Hanafi.
Ia juga menerangkan, bahwa perbuatan sejumlah oknum mahasiswa tersebut dapat dikategorikan tindakan menghalang-halangi jurnalis dalam melakukan kerja-kerja jurnalistiknya.
“Di dalam Pasal 18 ayat 1 UU Pers dinyatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik Pasal 4 ayat (3) diancam pidana dengan pidana penjara paling lama 2 atau denda paling banyak Rp500.000.000,00,” papar Hanafi.
Jurnalis pers kampus, lanjut Hanafi, secara hukum juga dilindungi oleh UU Pers. “Hal ini juga dipertegas oleh Ketua Dewan Pers Yosef Adi Prasetyo (Stanley) yang menyatakan bahwa pers kampus masuk ke dalam kuadran kedua.
“Pers kampus yang masuk ke dalam kuadran kedua juga dilindungi oleh Dewan Pers. Stanley menyatakan ‘ Dewan Pers bertugas menjaga keberadaan media di kuadran kedua. Semua pengaduan terkait pemberitaan yang dibuat oleh media di kuadran kedua harus diselesaikan melalaui mekanisme UU Pers’ “ ujar Hanafi mengutip Stanley.
Lebih jauh, Hanafi menghimbau kepada semua pihak termasuk kalangan mahasiswa untuk tidak melakukan kekerasan baik fisik maupun nonfisik kepada jurnalis, dan juga menghentikan tindakan menghalang-halangi kerja jurnalis.
“Jurnalis mempunyai hak untuk mencari dan menghimpun informasi sebagai diatur UU Pers, sehingga semua pihak harus menghentikan penghalangan kerja-kerja jurnalis karena dapat mengancam kebebasan pers,” tandas mantan jurnalis tersebut.
Seperti diketahui tindakan kekerasan dan intimidasi hingga intervensi ini terjadi saat Alfany hendak mengonfirmasi pemilik mobil bergambar salah satu pasangan capres-cawapres yang terpakir di sekitar Fakultas Hukum Unila, Sabtu, 13 April 2019.
Saat kejadian, di FH Unila sedang berlangsung Seminar Nasional dengan tema “Pemilu Serentak: Potensi Ledakan Sengketa dan Konflik Pasca Pemilu. Kegiatan tersebut dihadiri Ketua Mahkamah Konstitusi dan perwakilan KPU serta Bawaslu.
Awalny beredar informasi di media sosial yang menyebut ada mobil bergambar salah satu pasangan capres-cawapres terpakir di sekitar FH Unila. Akun medsos tersebut mempertanyakan mobil bergambar capres tersebut. Jurnalis Teknokra Mitha Setiani Asih ke lokasi untuk memastikan informasi.
Mitha kemudian memfoto mobil tersebut dan mewawancarai mahasiswa serta satpam. Namun, saat mengetik berita, ponsel Mitha habis baterai sehingga pulang ke indekos di Kampung Baru untuk menge-charge. Alfany kemudian mengganatikan Mitha ke FH untuk mendapatkan konfirmasi kepada pemilik kendaraan agar berita lebih berimbang.
Alfanny juga mewawancarai salah satu panitia seminar yang berupaya menutup gambar capres pada mobil tersebut dengan koran. Saat menunggu di dekat halaman parkir gedung dekanat FH
Unila, Alfanny ditelepon oleh nomor yang tidak dikenal dan menanyakan lokasi dia berada. Alfanny menjawab di gazebo FH. Tiba-tiba datang 4 mahasiswa FH Unila menghampiri Alfanny.
Mahasiswa tersebut langsung memegang Alfanny sembari menanyakan maksud Teknokra menerbitkan breaking news di Instagram berjudul “Satu Unit Mobil Berstiker Salah Satu Pasangan Capres Terparkir di FH”. Salah seorang mahasiswa sempat memegang leher Alfanny dan mahasiswa lain menyampaikan, “Saya nggak suka gaya kamu nerbitkan beritu gitu.”
Alfany terus merekan aksi mahasiswa yang mendekati dirinya untuk mencegah kekerasan fisik yang lebih parah. Seorang satpam kemudian membantu melerai dan membawa ke dalam gedung dekanat FH didampingi dosen.
Dosen juga menanyakan terkait berita itu kenapa bisa terbit. Alfanny sempat mengaktifkan video ponsel untuk berjaga-jaga, tapi diminta untuk dimatikan. Dosen dan mahasiwa menanyakan identitas Alfany, KTP dan kartu pers. Namun, Alfany mengaku semua identitasnya ada di sekret Teknokra yang tidak jauh dari gedung FH.
Akhirnya dosen dan mahasiswa FH bersama Alfanny ke sekretariat Teknokra. Alfanny menyerahkan kartu pers Teknokra, tapi Tidak dengan KTM. Mereka ingin memastikan bahwa Alfany adalah mahasiswa Unila. Jurnalis Teknokra Mitha kemudian datang ke sekretariat Teknokra. Mitha juga diminta menunjuukan kartu pers dan KTM. Mereka kemudian memfoto KTM dan kertu pers tersebut.
Setelah jurnalis Teknokra berembuk dengan mahasiswa FH, kedua belah pihak sepakat saling meminta maaf. Namun, mahasiswa FH tetep mencoba mengintervensi agar braeking news tersebut dicabut. Namun, jurnalis Teknokra menolak permintaan tersebut. []