Berita Mancanegara, jejamo.com – Seorang pelaku teror di Paris, Prancis sempat menyebut negara itu merupakan negara yang memerangi mujahid. Prancis juga diketahui sebagaiĀ negara di Eropa dengan pemeluk agama Islam terbesar.
Seperti dikutip Tempo dari Telegraph, Seorang penyerang menyebut serangan itu sebagai balasan atas serangan Prancis di Mali, Libya, Suriah dan Irak. “Ini untuk Suria” ujar seorang teroris saat melepaskan tembakan.
Prancis diketahui menjadiĀ negara yang proaktif melawan kelompok ekstremis setelah Amerika Serikat dan Inggris. Lebih dari 10 ribu tentaranya saat ini dikerahkan di sejumlah negara. Di antaranya lebih dari 3.000 tentara di Afrika Barat, 2.000 tentara di Timur Tengah, dan 3.200 tentara di Irak.
Sementara di Mali, Prancis ikut berperan dalam memerangi kelompok afiliasi Al-Qaidah, Islam Maghreb, di Mali pada 2013. Saat itu Prancis berharap bisa melemahkan kelompok jihad. Dua pekan lalu, seorang petinggi Islam Maghreb meminta para pengikutnya memerangi Prancis sebagai balasan atas intervensi tersebut.
Pekan lalu, Presiden Prancis Francois Hollande mengumumkan akan mengerahkan kapal induk ke Teluk Persia untuk memerangi ISIS.
Di dalam negri, penganut islam Prancis juga kecewa dengan kebijakan pelarangan burka. Kebijakan ini tak mampu diselesaikan di tingkat bawah.
Prancis juga dinilai gagal melakukan deradikalisasi. Sejumlah tahanan di Prancis didominasi oleh warga muslim. Sebagai contoh, Mehdi Nemouche penulis yang membunuh empat orang di Brussels, saat keluar tahanan pada 2014 pergi ke Suriah. Kembali ke Prancis, Mehdi menyerang Museum Yahudi.
Lemahnya Prancis dalam mengantisipasi rasikalisasi diungkapkan Rachida Dati, mantan Menteri Kehakiman dan sekarang pelapor khusus tentang radikalisasi menurutnya, Perancis tidak berbuat cukup untuk melawan kekuatan radikal Islam di balik jeruji besi.
Selain itu, peredaran senjata ilegal mudah diperjualbelikan dan keluar-masuk di perbatasan Prancis. Tak hanya senjata, bahan peledak juga mudah didapatkan. Senjata itu diduga dari sisa perang Balkan.
Kasus penyerangan sebelumnya terjadi saat kelompok afiliasi ISIS pernah menyerang tabloid mingguan Charlie Hebdo dan supermarket di Paris pada Januari lalu yang mengakibatkan 18 orang tewas.(*)
jejamo.com, Portal Berita Lampung Terbaru Terpercaya