
Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo saat konferensi pers terkait penangkapan terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra. | Kompas.com/Kristianto Purnomo
Jejamo.com, Jakarta – Menanggapi polemik, perdebatan dan silang pendapat terkait dengan pergantian Kepala Kepolisian Republik Indonesia, yang pada saat ini tahapannya akan menjalani fit and proper test di Komisi III DPR RI, Lembaga Pusat Kajian dan Riset Poetra Nusantara menolak keras berbagai opini liar yang mengkaitkan regenerasi kepemimpinan di institusi Polri dengan isu sensitif personal, khususnya terkait dengan keagamaan. Rasanya sungguh tidak etis, dalam konteks negara hukum yang pancasilais, mengkaitkan isu sensitif tersebut dalam regenerasi kepemimpinan di dalam tubuh Polri. Hal ini tentu akan menjadi ‘preseden’ buruk sekaligus stigma negatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang akan mendegradasi marwah institusi lembaga negara, atau dalam hal ini Polri serta lembaga negara lainnya.
Dalam hal ini founding fathers kita telah merumuskan nilai-nilai luhur berbangsa yang rukun (majemuk) serta terdiri dari beberapa keyakinan senyatanya dijamin, dilindungi serta diberikan kebebasan sebagaimana amanat di dalam UUD 1945. Oleh sebabnya, tidak dibenarkan adanya perlakuan pembeda (diskriminasi) terhadap siapa pun ‘warga negara’ yang memiliki kesempatan dalam mengisi puncak estafet kepemimpinan di suatu lembaga negara untuk dihalang-halangi dan/atau ditolak dengan isu sensitif personal sebagaimana dimaksud.
Lembaga Pusat Kajian dan Riset Poetra Nusantara sangat menyanyangkan pihak-pihak yang justru menambah besar eskalasi penolakan calon Kapolri dengan mengangkat isu sensitif tersebut. Harusnya ‘bola liar’ penolakan yang didasarkan pada argumentasi/justifikasi sensitif tersebut tidaklah boleh muncul ke ruang publik, sebaliknya yang justru harus diangkat ke ruang publik ialah terkait hal-hal yang bersifat susbstantif/objektif dalam ruang lingkup yang terkait dengan kapasitas, kapabilitas, kualitas, dan rekam jejak kinerja serta karir dari calon Kapolri yang diajukan oleh Eksekutif (Presiden) kepada Parlemen – Legislatif (DPR RI). Munculnya isu sensitif sebagaimana dimaksud justru akan menimbulkan garis demarkasi yang pada akhirnya akan memantik konflik horizontal di kalangan masyarakat, tentunya sangat dekonstruktif dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lembaga Pusat Kajian dan Riset Poetra Nusantara juga menyatakan sejatinya proses dan prosedur yang saat ini ditempuh dan yang sedang berjalan (dijalankan) dalam konteks pergantian Kapolri telah sesuai dengan proses regulasi sebagaimana mestinya serta prosedur yang diamanatkan di dalam Undang-Undang (Pasal 8, Pasal 11 & Pasal 38 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia). Artinya dapat dilihat bahwa tidak ada proses maupun prosedur yang dilewati dan/atau diingkari di dalam proses pengajuan Kapolri tersebut sampai dengan saat ini akan menjalani fit and proper test di hadapan Parlemen-Legislatif (DPR RI). Secara konstitusionalitas dari proses dan prosedur tersebut tidaklah ‘cacat’ baik secara substansial maupun secara prosedural.
Lebih lanjut, Lembaga Pusat Kajian dan Riset Poetra Nusantara menyatakan adanya faksi – faksi di dalam internal Polri yang juga berpolemik terkait dengan regenerasi angkatan, asal usul, jenjang karier, pengalaman penugasan serta pengelompokan tertentu di dalam internal tubuh Polri dalam proses pergantian Kapolri saat ini hanya akan menjadi sebuah peristiwa yang kontraproduktif sebagai dinamika internal bagi pengembangan serta kemajuan institusi Polri. Pilihan Eksekuif/Presiden terhadap calon Kapolri senyatanya memang tidak dapat diganggu gugat yang merupakan hak mutlak, hak Prerogatif dari seorang Kepala Pemerintahan yang dijamin oleh Konstitusi dan regulasi. Ikhwal adanya kedekatan sebagaimana yang banyak didalilkan oleh para pihak yang kurang setuju, hanya dapat dipandang sebagai sesuatu hal yang wajar mengingat Presiden sebagai Kepala Pemerintahan, di tengah tantangan supremasi hukum kedepan serta wabah pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini harus memilih dan memastikan tongkat estafet kepemimpinan lembaga strategis negara dalam hal ini Polri yang langsung dibawah Presiden, diisi oleh perwira yang memang kompeten, kredibel dan memiliki kesamaan visi serta misi dalam penegakan hukum yang profesional dan berkeadilan.
Untuk itu, Lembaga Pusat Kajian dan Riset Poetra Nusantara secara tegas mendukung Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo sebagai calon tunggal Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang akan menjalani fit and proper test di hadapan Parlemen – Legislatif (DPR RI).
Demikian rilis pernyataan sikap dan dukungan dari Lembaga Pusat Kajian dan Riset Poetra Nusantara yang diterima redaksi Jejamo.com, Minggu, 17/1/2021.(*)