
Jejamo.com – Bank Indonesia (BI) telah menghentikan sementara layanan isi ulang uang elektronik atau e-money yang dimiliki sejumlah perusahaan toko online. Hal itu dilakukan karena e-money tersebut belum memiliki izin dari BI sebagai regulator sistem pembayaran di Indonesia.
Menurut Pungky Purnomo Wibowo, Direktur Program Elektronifikasi Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI, selama ini banyak penerbit uang elektronik yang menganggap jika layanan tersebut hanya digunakan untuk di lingkungannya saja sehingga tak perlu mengajukan izin.
Padahal berdasarkan peraturan BI terkait uang elektronik dalam pasal 1 angka 3 huruf c disebutkan bahwa salah satu dari unsur uang elektronik adalah “digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut.”
“Jadi, jika ada yang menerbitkan layanan dan bisa digunakan untuk pembayaran kepada pihak lain yang entitasnya berbeda dengan penerbit maka itu termasuk uang elektronik. Kemudian dana beredarnya (floating fund) mencapai Rp 1 miliar harus ajukan izin ke BI,” kata Pungky seperti dilansir dari detikFinance, Senin, 2/10/2017.
Dia menjelaskan untuk kasus beberapa pihak yang sedang mengajukan izin uang elektronik adalah karena memiliki e-commerce dan memfasilitasi pembayaran kepada toko yang ada di marketplace.
“Ya toko itukan entitasnya berbeda dengan yang mengajukan izin uang elektronik,” ujarnya.
Kemudian, e-commerce yang dimiliki oleh pengaju izin tersebut memiliki kriteria uang elektronik. “Ketika uang atau dana beredarnya (floating fund) sudah di atas Rp 1 miliar maka mereka wajib berizin,” imbuh Pungky.
Sebelumnya BI telah menghentikan sementara layanan isi ulang uang elektronik milik 4 perusahaan seperti TokoCash milik Tokopedia, ShopeePay milik Shopee, Paytren dan yang terbaru BukaDompet milik Bukalapak. Penghentian sementara dilakukan karena uang elektronik ini belum mendapatkan izin dari BI.(*)