Jejamo.com, Yogyakarta – Kekerasan yang terjadi pada usia remaja diprediksi akan berpengaruh pada tingkat kesehatan di saat mencapai usia dewasa.
Simpulan itu disampaikan Investigator Global Early Adolescent Study (GEAS) Universitas John Hopkins, Prof. Robert W. Blum, Selasa (10/1/2019) di sela Konferensi Internasional KB – Kespro di Hotel Sahid Jaya Yogyakarta.
Menurut Blum, dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa tingkat kekerasan terhadap remaja di Indonesia termasuk paling tinggi dibanding negara lain. Temuan ini sangat mengejutkan, karena baik remaja laki-laki dan perempuan, keduanya mengalami level kekerasan yang sama.
“Artinya, ada kehidupan yang sangat keras di negara ini (Indonesia) bagi kalangan remaja,” kata dia.
Temuan lain yang tidak kalah mengejutkan adalah korelasi antara paparan kekerasan yang diterima oleh remaja dengan pengaruhnya pada saat saat remaja itu menginjak usia dewasa.
Berdasarkan hasil penelitian GEAS, kata Blum, remaja yang banyak mengalami kekerasan cenderung bermasalah pada faktor kesehatan di saat mereka dewasa. Misalnya, terkena kanker atau penyakit lain.
“Konsekuensinya seperti itu, karena fisik dan pikiran tidak bisa dipisahkan. Jika pikiran mengalami stres, fisik juga akan terganggu. Akibatnya tidak bisa langsung terlihat, tapi bertumpuk bertahun-tahun hingga remaja itu dewasa,” katanya.
Senada dengan Blum, Investigator GEAS Universitas Gajah Mada (UGM) Prof. dr. Siswanto Agus Wilopo mengungkapkan, kondisi remaja sekarang ini sudah sehat, tetapi banyak ‘gangguan’.
Siswanto memberi tanda petik pada kata ‘gangguan’ itu. Menurutnya, ‘gangguan’ ini bukan hanya masalah penyakit fisik, tetapi pada perubahan sosial.
“Ini tidak bisa diprediksi, karena memang tidak bisa. Jadi harus siap, karena remaja ini berkembang,” katanya.
Siswanto menyontohkan, remaja usia 12 tahun belum tentu peduli dengan hubungan romantis. Tetapi ketika remaja itu menginjak usia 14 tahun, misalnya, bisa saja dia peduli dan mencari hubungan romantis.
“Ini yang coba dipetakan oleh GEAS,” katanya.
GEAS ini sendiri adalah penelitian global yang bertujuan memahami proses sosialisasi gender dan faktor apa saja yang memengaruhinya. Di Indonesia, GEAS berpartner dengan Rutgers WPF Indonesia dan mengadakan penelitian di Lampung, Semarang, serta Bali. []