Minggu, Oktober 13, 2024

Top 5 This Week

Related Posts

Polemik Banjir di Lingkungan Hotel Aidia Grande, Solusi Pemkot Metro Masih Normatif

Asisten II Setda Kota Metro, Yerri Ehwan. | Anggi/Jejamo.com

Jejamo.com, Kota Metro – Asisten II Setda Kota Metro, Yerri Ehwan, menyatakan masih berupaya berkoordinasi dengan Hotel Aidia Grande terkait penyelesaian banjir yang kerap melanda permukiman di sekitar hotel tersebut. Padahal keluhan warga sudah berlangsung sejak 2021 lalu.

“Kita sedang proses surat untuk langsung ke sana, nanti diantar langsung ke sana, ya kita komunikasikan dululah. Mereka juga kan ada nama baik, kita belum duduk bareng, tapi informasinya seperti itu,” kata Yeri Ehwan saat diwawancarai awak media usai menghadiri soft launching Metro Creative Hub 2022 di Sentra Kreatif Kota Metro (Sekam), Rabu, 28/12/2022.

Keterangan Yeri terkesan normatif meski keluhan warga sudah berulang disampaikan sejak setahun lalu. “Jadi terkait genangan air atau pun banjir di kawasan Hotel Aidia Grande, jadi kita sudah berkomitmen dengan mereka mencarikan solusi bersama-sama. Mereka juga menyadari bahwa ini kan kota kita, harus kita jaga bersama-sama, kita kelola bersama-sama dan pelihara. Sekarang, yang sedang kita proses, kita akan buatkan surat secara resmi kepada mereka, baik itu kepada pemilik Hotel Aidia atau pun pemilik Kost Lintang,” jelasnya.

Solusi untuk Hotel Aidia, terang Yeri, pemkot akan meminta saluran air yang merupakan anak sungai Way Batanghari diperlebar. “Itu bisa diperlebar juga, termasuk ketinggiannya. Bangunannya untuk sementara ini yang kita lihat di Aidia berupa salurannya saja. Tetapi kalau yang di Kost Lintang, memang di atasnya itu sudah ada banguannya,” ujarnya.

“Saya kira, itu nanti bisa konfirmasi ke pihak Hotel Aidia. Kalau dari sisi kita, pemda, kita akan proses juga administrasinya, misalkan hibah dan lain-lainnya itu administrasi harus clear juga, supaya di lain hari sudah gak ada lagi permasalahan,” tandasnya.

Diketahui, dugaan pelanggaran pendirian bangunan di daerah alisan sungai (DAS) yang dilakukan oleh Hotel Aidia dan rumah Kost Lintang sudah cukup lama menjadi keluhan warga karena memicu genangan air dalam jumlah besar saat hujan. Persoalan ini juga sudah direspon Satpol PP Kota Metro yang turun langsung untuk meninjau. Namun, sampai saat ini, Pemkot Mestro masih menunggu iktikad baik dari Hotel Aidia Grande.

Sementara, pemilik Kost Lintang, Ibu Bambang mengaku pihaknya sudah berlapang dada dan menerima jika bangunan rumah kos miliknya dibongkar. Hal ini agar permasalahan banjir akibat saluran irigasi yang tertutup bisa teratasi.

“Iya kami tidak apa-apa jika bangunan rumah kos ini dibongkar oleh pemerintah. Ini untuk kemaslahatan masyarakat. Karena rumah kos kami juga sering kena banjir,” tukasnya.

Lain halnya dengan manajemen Hotel Aidia yang hingga saat ini belum pernah bisa ditemui untuk dimintai keterangan.

Berdasarkan data yang dihimpun Jejamo.com, terdapat sederet regulasi yang mengatur tentang pendirian bangunan di DAS. Seperti tertuang di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai, telah diatur jarak bangunan yang harus berjarak setidaknya 10 sampai 20 meter dari bibir sungai dan ada larangan tegas untuk mendirikan bangunan di sekitar sungai, anak sungai, drainase atau irigasi.

Dalam Pasal 5 Permen PUPR RI Nomor 28/Prt/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau dan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengairan, terdapat penetapan lebar garis sempadan sungai, irigasi dan saluran drainase.

Kemudian juga di UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, terdapat ketegasan berupa ancaman pidana bagi pelanggar pembangunan di DAS. Disebutkan dalam Pasal 25 Huruf b dan d, serta pada Pasal 36, bahwa bagi orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan kerusakan air dan prasarananya dan pencemaran air, diancam pidana paling lambat 3 tahun, paling lama 9 tahun, dengan denda paling sedikit Rp 5 miliar dan paling banyak Rp 15 miliar. Kemudian, pada Pasal 40 Ayat 3, dikatakan apabila sengaja melakukan kegiatan konstruksi prasarana sumber daya untuk kebutuhan usaha tanpa izin, dapat dipidanakan 3 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar hingga Rp5 miliar.(*)[Anggi]

Popular Articles