Jejamo.com, Bandar Lampung – Hitung nyata KPUD Lampung sudah mencapai 97%. Total suara paslon 4 Mustafa-Ahmad Jajuli ada di kisaran 11-12%.
Benar, dengan raihan itu paslon 4 yang didukung Partai Nasdem, PKS, dan Partai Hanura itu berada di urutan buncit. Begitu angle yang menjadi judul beberapa media.
Namun mungkin banyak yang abai. 11-12% adalah angka setelah sayap sebelah patah dan Ketua Tim Pemenangan Ahmad Mufti Salim menyatakan paslon 4 akan tetap maju. “Niat lurus, maju terus” jadi slogan pembakar.
Muncullah relawan-relawan “gila” pascakeputusan itu. Alih-alih berharap belas kasih korporasi, para relawan serta masyarakat yang bersimpati ramai-ramai menyumbang untuk pemenangan.
Tak tanggung-tanggung ada yang menjual rumah tinggal, lalu mengajak anak istrinya mengontrak. Ada yang menjual tanah dan kebun, atau kendaraan.
“Tapi yang paling bikin kami ga bisa nahan nangis ada yang menginfakkan cincin pernikahan, ada juga motor satu-satunya alat transportasi keluarga. Kami tahu betul keluarga itu sangat butuh,” ujar staf bendahara tim pemenangan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Lampung Amria Ringkeh.
Tambahan pula, sunduquna juyubuna ini bertepatan dengan ramadhan dan lebaran. Banyak relawan PKS yang memutuskan tidak mudik, sedemikian rupa menyederhanakan hidangan puasa dan Idul Fitri, atau sekadar menahan beli baju baru untuk anak-anak.
Estimasi terkumpul 6,5 miliar rupiah dari aktivitas semi-crowd funding ini mungkin tak seberapa dibandingkan biaya kampanye paslon lain yang konon mencapai Rp300 miliar.
“Jadi kalau ada paslon yang ngasih uang ke warga buat beli suara, nah ini anti-mainstream. Warga yang sumbangan buat paslon,” seloroh seorang akademisi.
Emak-emak PKS yang hanya berbekal program Kartu Jaminan 4 (KJ4), di lapangan harus beradu argumen dengan warga yang keburu terima sarung dan uang Rp300 ribu.
“Justru kita sekalian edukasi bahayanya politik uang. Duit Rp50 ribu, Rp300 ribu itu akan habis hanya beberapa hari. Sedangkan nasib dia dan 8 jutaan warga Lampung lain dipertaruhkan 5 tahun ke depan,” ujar Zuniatun, salah satu relawati dari Lampung Tengah.
Ada lagi wajah-wajah muda yang berpindah-pindah ‘menjual’ KJ4. KJ4 On The Road sebutannya.
“Konon persis seperti kampanye di Jepang,” ujar Mufti Salim, “di mana jurkamnya bawa kursi dan alat pengeras suara. Yang tertarik mendekat. Yang enggak silakan lewat.”
*****
Rp6,5 miliar yang terkumpul susah payah itupun belum termasuk biaya pengadaan saksi dan pengamanan suara. Untuk itu lagi-lagi relawan berkali-kali adakan lelang dana untuk saksi. Ada pula yang secara berpindah adakan garage sale demi mengumpulkan infak pemenangan.
Sebagian saksi bahkan enggan dibayar, namun tetap berjibaku menjaga C1. Kontras dengan saksi paslon lain yang konon dibayar Rp250 ribu dan ditemani dua saksi bayangan di luar TPS.
*****
Di jenak lain, lagi emak-emak relawan lain menceritakan adu argumennya dengan seorang driver taksi online.
“Dia ga percaya kita yang malah sumbangan buat paslon 4,” ujar Riri Muhtar Gani.
Driver ojek online itu mengira kelak bila menang, paslon 4 harus mengembalikan infak-infak yang dikumpulkan para relawan.
“Enggak Pak. Uang itu kami ikhlaskan sebagai bentuk perjuangan kami memenangkan Mustafa-Jajuli,” ujar pemegang sabuk hitam olahraga bela diri ini.
Riri juga menceritakan betapa kanak-kanaknya yang baru berusia 4 tahun sampai menegur ibu mertuanya karena menerima sarung pemberian paslon lain. “Nenek ini gimana sih? Dikasih sama ****** kok diambil?”
Kediaman Ustaz Jajuli yang juga kerap ramai pengunjung juga menyimpan cerita sendiri. Tak jarang tiba-tiba akan ada tetamu dalam jumlah banyak akan bertandang.
Ajaibnya makanan lezat segera terhidang. Kursi dan meja sudah tersusun rapi. Rupanya ada relawan-relawan yang sigap menatalaksana event.
Mereka bukan event organizer profesional. Mereka sesungguh-sungguh relawan.
Begitulah relawan-relawan “gila” di balik lelaki lembut, santun, berwawasan, dan tanpa beban kontroversi^ bernama Ahmad Jajuli itu (^terminologi ini muncul dari pesan singkat seorang jurnalis Lampung pagi di hari pencoblosan).
Itu mungkin sebab senator DPD RI dua periode ini menyatakan bahwa para relawan adalah “pemenang sesungguhnya”.
“Di hati saya, antum adalah pemenang sesungguhnya,” begitu tulis suami dokter Endang Legiarti ini di dinding media sosialnya.
Ya. Entah mengapa, ketaktercapaian target ideal pilkada kali ini tidak terlalu membuncahkan kesedihan. Mungkin karena keberkahan loyalitas, soliditas, kerja keras, dan solidaritas itu justru terasa lebih manis.(*)