Jejamo.com, Bandar Lampung – Menentukan arah pembangunan yang tepat memang sangat penting dilakukan. Secepat apa pun laju pembangunan jika arahnya tidak tepat maka sama saja seperti berlari di tempat.
Hal tersebut seringkali diucapkan oleh gubernur Lampung (nonaktif) Muhammad Ridho Ficardo dalam berbagai kesempatan. Oleh karenanya, Ridho Ficardo sejak diawal masa kepemimpinannya giat melakukan survey langsung dimasyarakat untuk menentukan skala prioritas pembangunan.
Berbagai program digulirkan untuk mendongkrak kesejahteraan masyarakat Lampung, seperti halnya program pengentasan kemiskinan. Meskipun dari pemerintah pusat sudah banyak program yang digulirkan, program-program tersebut umumnya mengarah langsung kepada manusianya.
Tidak ada program yang mengarah pada pemberdayaan desa. Meskipun faktanya banyak kantung-kantung kemiskinan justru berada di perdesaan.
Atas dasar hal tersebut, Muhammad Ridho Ficardo bersama wakilnya Bachtiar Basri menjadikan desa sebagai basis pembangunan. Yakni dengan memberdayakan semua fungsi pelayanan publik pada tingkat desa dari hal yang mendasar seperti prasarana dan sarana hingga ke kelengkapan administratif pemerintahan desa.
Ridho berharap dengan membangun desa dapat mempermudah akses masyarakat pada kebutuhan dasar, meningkatkan kesejahteraan ekonominya dan mengurangi ketimpangan pembangunan.
Bekerja sama dengan Dinas PMD dan BPS Provinsi Lampung mulai melakukan pemetaan terhadap 2.435 desa dan 205 kelurahan yang ada di Provinsi Lampung untuk menetapkan skala prioritas sehingga lebih fokus pada desa yang masih terbelakang. Dari data tersebut ditemukan bahwa 380 desa berada dalam kondisi desa tertinggal.
Adapun parameter kategori desa tertinggal dilakukan menggunakan Indeks Kemajuan Desa (IKD) yang akan menunjukkan Status tiap desa dan kelurahan di Provinsi Lampung dengan penilaian terhadap 5 aspek yang di jabarkan dalam 29 indikator.
Gerakan Membangun Desa Sang Bumi Rua Jurai (Gerbang Desa Saburai) adalah program yang digagas kemudian oleh pasangan Ridho-Bachtiar untuk mengatasi kemiskinan dan mengangkat 380 desa tertinggal menjadi desa mandiri dan sejahtera.
Menurut Ridho, Gerbang Desa Saburai berangkat dari fakta lapangan bahwa masih banyak desa tertinggal yang butuh percepatan pembangunan.
“Seluruh desa yang masuk program ini dipilih berdasarkan data Badan Pusat Statistik sebagai alat ukur. Desa yang tertinggal dibangun secara bertahap agar dalam tiga tahun dapat berubah dari status tertinggal, menjadi desa yang sejahtera dan mandiri.” paparnya
Gerbang Desa Saburai setiap tahunnya secara bertahap mengucurkan dana sebesar Rp240 juta untuk setiap desa yang peruntukannya digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana seperti pembangunan jalan usaha tani untuk memperlancar masyarakat desa dalam mengangkut hasil-hasil pertanian.
Di akhir tahun 2017 Program Gerbang Desa Saburai membawa kabar yang cukup membanggakan. Dari 380 desa tertinggal, 261 di antaranya berhasil diangkat menjadi desa yang mandiri dan lebih sejahtera.
Bahkan data dari Tim Advokasi Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mengungkapkan kondisi penanganan kemiskinan di Lampung makin membaik.
Muhammad Arif Tasrif dari TNP2K pada April 2018 memaparkan bahwa Lampung masih berada di atas Aceh, Sumatera Selatan, Bengkulu, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Papua Barat dan Papua. Persentase penduduk miskin Lampung berkisar 13,04%.
Demikian rilis yang diterima jejamo.com malam ini dari MRF Center. (*)