Jejamo.com, Lampung Selatan – Namanya Abdurrohim. Pria kelahiran tahun 1966 ini punya pengalaman hidup yang panjang. Bapak dari lima anak dan 9 cucu ini, saban hari bekerja sebagai perongsok.
Dengan sepeda tuanya, Pak Rohim, demikian ia biasa disapa, setiap hari berkeliling dari rumahnya di Hajimena, untuk mencari barang rongsokan.
Barang-barang bekas seperti gelas plastik, kardus, dan barang-barang lain sejak 2006 sudah menjadi kawan akrabnya. Dari barang-barang itulah, Pak Rohim menghidupi keluarganya.
Ia mengatakan, banyak orang yang menyangka pekerjaan merongsok adalah aktivitas yang rendahan. Mungkin karena berkutat dengan barang-barang bekas, banyak orang yang memandang rendah profesi ini. Tapi tidak bagi Abdurrohim.
“Ketimbang pekerjaan-pekerjaan saya yang dulu, saya menikmati betul merongsok ini. Saya bisa bagi waktu dengan leluasa dan bekerja dengan nyaman,” kata dia kepada jejamo.com saat hendak berkeliling merongsok, Kamis, 17/5/2018.
Saat Ramadan seperti sekarang, jam kerja Abdurrohim berubah. Ia memulai aktivitasnya selepas asar. Ia lalu menggowes sepeda ke beberapa sudut kota untuk mencari barang rongsok. Jika kedua plastik besar di kanan-kiri sepedanya penuh, ia pulang.
“Kalau Ramadan saya mulai kerja sore. Enak malahan. Kerja sampai mau beduk magrib. Pas buka, nikmat betul, alhamdulillah,’ ujar pria kelahiran Muaraenim, Sumatera Selatan, itu.
Saat Ramadan, waktu ibadah Abdurrohim makin banyak. Salat lima waktu di masjid, sebagaimana hari biasa, tidak ia lewatkan di masjid dan tepat waktu.
Jika malam, selepas tarawih, ia masih bisa ikut tadarus dan pengajian hadis.
“Alhamdulillah kalau baca Alquran selalu khatam kalau Ramadan. Mesti disempat-sempatkan, dilonggar-longgarkan. Waktu itu kan kita yang ngatur,'” kata dia.
Jika di luar bulan puasa, Abdurrohim bekerja sejak pagi, istirahat siang untuk salat dan makan, kemudian sore bekerja lagi.
Abdurrohim mengatakan, ia sudah pernah bekerja apa saja. Dari mulai menjaga kebun orang sampai jualan roti di Jakarta. Di Ibu Kota itulah ia kepikiran merongsok di Lampung karena tahu upah hasil merongsok lebih besar daripada menjual roti keliling.
“Dapat inspirasi merongsok dari Jakarta. Ada kawan merongsok, ubahnya lebih besar daripada berjualan roti. Saya akhirnya ke Lampung dan mulai merongsok,” ujarnya.
Abdurrohim bukannya tak punya niat “naik kelas” menjadi bos rongsok. Tapi, ia membutuhkan dana lumayan untuk membuka pangkalan sendiri dengan luas tanah lumayan buat menampung barang rongsokan.
“Masih ikhtiar terus biar bisa jadi bos rongsok. Siapa tahu ada orang kaya mau bantu dan kerja sama. Saya butuh lahan satu rantai kira-kira dan modal uang buat membeli rongsok dari mereka yang keliling. Saya tinggal kumpukan kemudian jual partai besar,” kata dia.
Meski masih merongsok, Abdurrohim pandai bersyukur. Ia qanaah dengan apa yang ia terima.
“Rezeki itu disyukuri. Alhamdulillah masih bisa kerja dan ibadah lancar. Jangan sampai ibadah terganggu dengan pekerjaan,” kata dia.
Kadang di masjid dekat rumahnya, Abdurrohim menjadi muazin jika anak-anak muda yang dipergilirkan, belum datang saat waktu salat sudah masuk.
Dari usahanya merongsok, Abdurrohim mampu mencukupi kebutuhan keluarga. Ia juga terbilang sukses mendidik anak-anak meski tidak sampai ke bangku perguruan tinggi.
“Anak-anak saya kebanyakan jadi mubalig atau mubaligah di beberapa daerah. Alhamdulillah agama mereka kuat dan saya yakin ini bisa menolong saya di akhirat kelak. Apalagi, anak saleh itu kan bisa dan selalu mendoakan orangtuanya,” kata Abdurrohim.
Ia juga mengucapkan terima kasih atas donasi dari Perumnas Bandar Lampung melalui jejamo.com. Ia mendoakan agar Perum Perumnas Bandar Lampung sukses menjadi badan usaha milik negara yang sukses dan eksis selamanya.
“Terima kasih Perumnas Bandar Lampung. Donasinya insya Allah berguna buat kami sekeluarga,” pungkasnya.(*)
Laporan Esha Enanda, Wartawan Jejamo.com
Artikel ini dipersembahkan Perum Perumnas Bandar Lampung