Jejamo.com, Kota Metro – Warga terdampak pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Karang Rejo Kota Metro dapat menggugat secara hukum pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Dalam peraturan itu disebutkan pengelola sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp5 miliar.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Metro, Yerri Noer Kartiko, menanggapi gejolak masyarakat yang tinggal di lingkungan sekitar TPAS Karang Rejo.
Untuk menghindari gugatan hukum dari masyarakat, Yerri berharap pemerintah daerah segera mengambil langkah mediasi dengan memberikan kompensasi kepada warga terdampak negatif akibat sampah, sesuai Perda Kota Metro Nomor 8 tahun 2015 tentang Pengelolaan Sampah.
“Jadi ada dua proses gugatan, akibat sengketa lingkungan hidup, nah, dua mekanisme yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup yaitu melalui pengadilan atau dilakukan pengadukan. Bila di luar pengadilan, itu menggunakan mediasi kepada masyarakat, dengan memenuhi kewajiban, melakukan penanggulangan, merehabilitasi lingkungan, kemudian memberikan ganti rugi,” ujarnya kepada Jejamo.com, Senin, 12/12/2022.
Bila hal tersebut tidak terpenuhi juga, baru dapat dilakukan gugatan melalui pengadilan. “Itu sudah ada dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 Pasal 40 dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009, di mana hak gugat tertuang pada pasal 91 ayat 1 yang menyatakan masyarakat berhak melakukan gugatan, melalui perwakilan kelompok, untuk diri sendiri atau masyarakat bila mengalami kerugian. Jadi masyarakat diberikan kebebasan itu, dan ada pidana bila terbukti merugikan serta menimbulkan pencemaran, ancaman hukumnya 10 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp100 juta hingga Rp5 miliar,” jelas Yerri.
DLH Kota Metro sendiri menilai TPAS Karang Rejo sudah tidak layak menjadi tempat pembuangan sampah dan harus ditutup. Lalu pemerintah daerah mesti mencari solusi terkait penyelesaiaan pengelolaan sampah.
“TPAS Karang Rejo di Metro Utara ini kan sebenarnya sudah tidak layak digunakan, dan juga tidak sesuai standar karena tempat pemrosesan akhir sampah yang masih menggunakan sistem open dumping itu harus ditutup, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Di Pasal 44 ayat 2, pemerintah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 tahun sejak undang-undang berlaku atau terbit. Jadi seharusnya tahun 2013 TPAS yang menggunakan open dumping harus ditutup pengoperasiannya,” kata Yerri.
Dia juga menyebut, TPAS Karang Rejo yang sudah berdiri sejak 37 tahun lalu melanggar Peraturan Menteri PUPR Nomor 3 tahun 2013, Pasal 35, di mana telah diatur jarak antara TPAS dan permukiman minimal radius lebih dari satu kilometer agar tidak menimbulkan dampak negatif di masyarakat.
“Dalam Peraturan Menteri PUPR itu ini sudah diatur, di mana jarak minimal dengan permukiman lebih dari satu kilometer, agar tidak menimbulkan dampak negatif. Seperti bau, pencemaran lingkungan, faktor penyebab penyakit serta aspek sosial. Tapi bila persyaratan itu tidak dapat terpenuhi, seperti jarak dekat lingkungan permukiman, pemerintah atau pengelola sampah harus melakukan metode penimbunan, dengan melihat aspek, dapat mengelola gas bio yang dihasilkan sesuai teknis yang berlaku, membangun area tanaman penyangga di sekelilingnya. Jadi dari Kementerian PU, hanya ada tiga sistem pengelolaan sampah yaitu lahan uruk terkendali, uruk saniter, dan sistem ramah lingkungan, sehingga sistem open dumping sebenarnya sudah gak boleh,” ucapnya.
Bila semua itu tidak terpenuhi, dan masih menggunakan sistem open dumping atau pengelolaan sampah secara terbuka, lalu menimbulkan dampak negatif hingga menyebabkan kematian, terdapat ancaman pidana bila ada gugatan dari masyarakat yang terdampak.
“Pengelolaan sampah dengan sistem open dumping itu sudah tidak lagi digunakan, dan itu dapat digugat secara pidana sesuai Pasal 40 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolan Sampah, bila benar menimbulkan dampak negatif, seperti pencemaran lingkungan, menimbulkan gangguan kesehatan, bahkan menyebabkan kematian. Tapi untuk membuktikan itu semua, terkait dengan sistem pengolahan sampah open dumping menimbulkan dampak negatif, harus melalui evaluasi, pengkajian, pengujian, beban pencemaran yang ditimbulkan melebihi baku mutunyaatau tidak, jika melebihi baru kita anggap mencemari,” jelasnya.(*)[Abid]