Jejamo.com, Bandar Lampung – Para orangtua harus bisa memberi penghargaan guna memotivasi anak agar bisa meraih kesuksesan dan memiliki ketangguhan insani serta berakhlakul karimah.
Penghargaan ini berupa perhatian dan pujian atas sesuatu yang telah dikerjakan oleh anaknya tanpa harus memakai emosi ataupun memperlihatkan kekesalan dalam mendidik anak.
“Semua itu akan terekam ke dalam otaknya dan bisa menjadikannya sebagai manusia yang mudah emosi. Karena anak belajar dari lingkungan sekitarnya,” Kata Pakar Neurosains, dr Amir Zuhdi, saat menjadi pembicara Workshop Parenting tentang pola asuh berbasis otak anak di Hotel Grand Anugerah, Sabtu, 28/5/2016.
Ia mencontohkan, Ada anak dari Australia bernama Nick Fujisic yang dilahirkan tidak sempurna, tetapi bisa mendapatkan gelar S3 jurusan Keuangan. Kenapa bisa seperti itu ?
Padahal, pada awalnya Nick Fujisic sempat protes ke ayahnya karena terlahir tidak memiliki tangan dengan mengatakan tuhan itu tidak adil karena dirinya diciptakan tidak sesempurna orang lain yang memiliki kelengkapan organ tubuh.
Namun, lanjut dia, ayahnya berkata, Kamu diciptakan oleh tuhan sebagai seseorang yang unik, maka harus menjadi lebih hebat dari manusia lainnya. “Karena adanya motivasi dari ayahnya ini, akhirnya, Nick Fujisic bisa menyelesaikan sekolahnya sampai mendapatkan gelar S3. Karena, tugas orangtua untuk membimbing anak tersebut agar menjadi pribadi yang baik,” ujarnya.
Ia menambahkan, manusia diciptakan dengan disertai organ yang bernama otak untuk membedakan dengan yang lainnya agar bisa berfikir,menyapa satu lainnya, merasa gembira, senang, sedih, galau. “Otak merupakan operator kalbu. Tanpa adanya otak sehat, maka kalbu tidak bisa berjalan dengan baik,” ungkapnya.
Ia menambahkan, Anak yang baru lahir di dunia memiliki 100 miliar Neuron (sel syaraf). Apabila anak di didik dengan lembut dan dengan menciptakan rasa aman, maka Neuron ini akan membentuk jaringan didalam otak.
Namun apabila anak di didik dengan memakai emosi, maka neuron ini tercabut, bahkan sampai bunuh diri sehingga nantinya akan mengganggu perkembangan otak yang menyebabkan anak menjadi lelet.
” Biarkanlah anak saat memasuki usia emas 0-13 tahun mengekspresikan dirinya. Karena di umur itu, Neuron yang ada didalam otaknya sedang tumbuh dan mencari jaringan agar saat dewasa bisa tumbuh menjadi pribadi yang sukses, dan bisa mengambil keputusan serta mudah mencari jalan keluar dari masalah yang sedang dihadapi,”Pungkasnya. (*)
Laporan Arif Wiryatama, Wartawan Jejamo.com