Jejamo.com, Bandar Lampung – Para pengemudi taksi online menilai keberadaan moda transportasi berbasis internet itu memiliki banyak manfaat. Baik bagi mereka yang terlibat sebagai mitra maupun masyarakat pada umumnya.
Sekjen Paguyuban Driver Online Lampung Febi Arisma menyebut, salah satu manfaat taksi online adalah terbukanya lapangan kerja.
“Di tengah ketidakberdayaan pemerintah baik pusat maupun daerah dalam menyiapkan lapangan pekerjaan bagi warga negaranya, kehadiran transportasi berbasis aplikasi online seakan menjadi oase di negeri ini. Tidak ada satu orang pun yang dapat membantah efek positif terkait hadirnya transportasi online,” ujarnya dalam aksi demonstrasi ratusan pengemudi online di Lapangan Korpri, Telukbetung, Bandar Lampung, Kamis, 8/2/2018.
Dengan adanya transportasi online, lanjut Febi, banyak warga negara mendapatkan ruang untuk berkarya dan memperoleh sumber pendapatan yang jelas.
“Yang dulunya banyak warga sebagai pengangguran sekarang menjelma menjadi mesin produktif untuk menopang kebutuhan ekonomi keluarganya,” paparnya.
Sayangnya di tengah-tengah euforia masyarakat menyambut hadirnya aplikasi transportasi online, tiba-tiba secara mengejutkan pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menerbitkan Permenhub No 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
“Peraturan menteri itu menjadi momok yang menakutkan bagi driver online. Angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek itu seakan menjadi ledakan bom bagi para driver online,” kata dia.
Dia menambahkan, dalam Pasal 26 ayat 1 huruf D Permenhub No 108 Tahun 2017 menyebutkan bahwa kendaraan yang dilengkapi tanda khusus berupa stiker yang ditempatkan di kaca depan kanan atas dan belakang dengan memuat informasi wilayah operasi.
“Sangat disayangkan karena pasal ini justru mempertegas keberpihakan pemerintah kepada pemilik modal yang melalui pendirian badan hukum yang nantinya akan menjadi wadah bernaungnya para driver online,” jelasnya.
Dia menegaskan, kehadiran peraturan seperti menjadi antitesis dari janji pemerintah dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan juga mempertegas ketidakpekaan pemerintah dalam menyikapi perubahan.
“Maka dari itu aksi kami ini menolak terbitnya Peraturan Menteri Perhubungan No 108 tahun 2017 dan menuntut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi untuk mencabutnya dan menuntut Presiden Jokowi mengevaluasi keberadaan menteri di kabinetnya,” pungkas Febi.(*)
Laporan Andi Apriyadi, Wartawan Jejamo.com