Jejamo.com, Bandar Lampung – Kuliner khas Ramadan berbahan dasar ketan dan tapai atau lebih dikenal dengan sebutan lemang tapai semakin tahun kian sulit ditemui penggemar setianya.
Salah seorang pedagang lemang tapai yang berjualan di seputaran GOR Saburai, Enggal, mengakui kelangkaan itu terjadi disebabkan tingginya harga bahan dasar untuk membuat kudapan tradisional tersebut, Jumat, 18/5/2018.
Udin (45), pria kelahiran Solok, Sumatera Barat, ketika ditemui jejamo.com saat sedang berjualan lemang tapai buatannya mengaku hanya berdagang setiap bulan Ramadan saja.
Menurut Udin, tingginya harga ketan menjadi salah satu penyebab semakin berkurangnya pedagang lemang tapai seperti dirinya.
“Semakin dikit yang dagang. Kalau dulu zaman Pak Harto, ketan sekilo paling dua ribu sekarang bisa tiga sampai empat kali lipat harganya, kami yang dagang jadi kemahalan jualnya,” kata Udin.
Untuk satu lenjer (batang) lemang tapai ukuran besar ia mematok harga sebesar Rp40 ribu, sedangkan untuk lemang tapai berukuran sedang Udin membanderolnya Rp30 ribu saja.
Di hari pertama Ramadan seperti kemarin ia mengaku mendapatkan keuntungan kotor hingga Rp500 ribu.
Selama Ramadan, Udin mengaku yakin akan tetap laris diserbu pembeli. Sebab, menurutnya peminat lemang tapai cukup banyak namun penjualnya semakin sedikit karena tingginya harga jual lemang tapai.
Udin rupanya telah menyiasati dengan membagi dua potongan lenjer yang ia jual sehingga pembeli tetap bisa membeli dengan setengah harga saja.
“Kalau beli satu lenjer kemahalan, mau ambil setengah boleh, yang penting kan nyicipin pas buka,” pungkasnya.(*)
Laporan Esha Enanda, Wartawan Jejamo.com