Jejamo.com, Bandar Lampung – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung menilai eksekusi aset yang dilakukan PT KAI Divisi Regional IV Tanjungkarang terhadap rumah milik warga di Pasir Gintung, Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung, cacat hukum. Hal tersebut disampaikan Direktur LBH Bandar Lampung Alian Setiadi di lokasi penertiban, Kamis, 19/10/2017.
LBH Bandar Lampung memberikan advokasi bagi Jhony R Tanjung yang rumahnya dinyatakan sebagai aset PT KAI. Saat proses eksekusi, LBH Bandar Lampung menolak surat kontrak yang diberikan PT KAI karena surat tersebut tidak sesuai.
“Kami tidak bisa terima surat kontrak ini, sebab surat itu ditandatangani tahun 2014. Sementara almarhum (Rosalina—yang menurut juru bicara PT KAI orang yang mengontrak) meninggal tahun 2011. Itukan tidak sesuai dan Pak Jhony sudah menempati lahan ini sejak tahun 1964, dari zaman kakeknya. Sedangkan PT KAI berdiri tahun 1998, ini kok malah mau ambil alih, mana diakui aset,” ujar Alian.
Selain itu, Alian juga menyayangkan eksekusi yang dilakukan PT KAI karena tidak berdasarkan hukum. “Selain itu kami menyayangkan pihak kepolisian dan TNI yang tidak netral karena ada di lokasi. Seharusnya proses ini dihentikan dan tidak akan jadi keributan seperti ini,” kata dia.
Pelanggaran hukum yang dilakukan PT KAI menurut Alian adalah bukti kepemilikan PT KAI yang hanya berupa groon kart atau peta Belanda. “Kita tahu groon kart adalah peta tanah. Peta tanah itu bukanlah bukti kepemilikan berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria. Artinya warga yang sudah menempati selama 50 tahunan berhak memiliki, apalagi prosesnya sedang diselesaikan pemerintah pusat, DPD RI, dan Dirjen Keuangan Republik Indonesia,” jelasnya.
LBH Bandar Lampung meminta proses penertiban oleh PT KAI tidak lagi terjadi karena membuat resah warga Bandar Lampung. “Ini merupakan insiden yang buruk. PT KAI terlalu kejam dengan melakukan penggusuran atau eksekusi,” imbuh Alian.
LBH Bandar Lampung akan mengambil langkah hukum dan mendorong DPD RI untuk menyelesaikan persoalan yang terkati aset tanah yang diklaim PT KAI.
“Untuk kasus ini kami akan laporankan ke pihak kepolisian dengan laporan penggusuran dan perusakan secara paksa. Kami juga meminta kepada polisi untuk netral karena eksekusi ini cacat hukum dan tidak berdasar karena masyarakat di sini sudah ada sejak 50 tahun lalu sedangkan PT KAI baru berdiri sejak tahun 1998 ,” pungkasnya.(*)
Laporan Andi Apriyadi, Wartawan Jejamo.com