Jejamo.com, Metro – Sanggar pengrajin kain batik Kota Metro yang tengah kembang kempis, ternyata masih mampu menjadi tumpuan para anggotanya untuk mengais penghasilan.
Menurut Safitri Ningsih, ketua sanggar, tempat bernaung para pengrajin kain batik di Kota Metro tersebut, saat ini kondisinya kurang perhatian dan pembinaan dari pemerintah setempat.
Hal itu seakan mengisyaratkan bahwa Safitri dan rekan-rekannya harus berjuang sendiri untuk mempertahankan eksistensi sanggar, yang telah memproduksi ratusan kain batik cap dan tulis ini.
“Kami dulu dilatih oleh pemerintah, setelah itu kok tidak ada tindakan berlanjut. Sebenarnya kami masih sangat-sangat butuh pembinaan,” ujar Safitri, kepada jejamo.com, Jumat, 15/4/2016.
Menurut Safitri, sanggar tersebut mampu mengangkat beberapa pengrajin dari kalangan menengah ke bawah. Bahkan, terdapat dua pengrajin yang merupakan anak putus sekolah.
Pengrajin tersebut merupakan para ibu rumah tangga, yang mengandalkan penghasilan sebagai pengrajin kain batik. Sementara dua pengrajin yang putus sekolah itu juga menjadikan pekerjaan ini sebagai keahliannya dan butuh pembinaan kembali. “Mereka cukup terbantu, sehingga keberadaan sanggar ini sangatlah perlu untuk dipertahankan,” harap Safitri.
Terkait dengan upah pembayaran, imbuhnya, para pengrajin mendapat upah sebesar Rp 10.000 per motifnya. Jumlah tersebut nantinya dikalikan dengan berapa jumlah kain yang didapat sebagai total upah.(*)
Laporan Tyas Pambudi, Wartawan Jejamo.com