“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam.” (HR Bukhari)
Bagi kita yang memiliki pancaindera lengkap, pasti setiap hari kita berbicara. Kita menggunakan lisan untuk banyak kebutuhan. Dalam bekerja, kita juga berbicara.
Dalam beribadah pun juga demikian. Nyaris tiada hari yang tidak kita gunakan untuk berbicara.
Lidah tak bertulang. Begitu kata orang bijak. Karena tak bertulang, ia bisa menjadi sangat lentur. Terceplos saja bicara yang tak mengenakkan, pasti memberikan dampak yang kurang baik dalam bermasyarakat.
Kata-kata kasar kita kepada orang lain sungguh sangat sulit dilupakan. Mungkin kita sudah meminta maaf. Tapi bekasnya barangkali lama terkenang. Boleh jadi pula tak hilang sepanjang hayat dikandung badan.
Ibarat kita memaku ke pohon atau kayu. Kemudian kita cabut pakunya. Paku akan tercabut tapi bekas paku tadi tak akan lekas hilang. Mungkin dalam jangka waktu yang lama.
Ramadan memberikan kita kesempatan untuk berlatih menjaga lisan dari perkataan yang tak mengenakkan. Perkataan yang bisa membuat kawan bicara sakit hati. Perkataan yang bisa membuat tetangga kecewa. Dan perkataan yang membuat anak dan istri menjadi tidak suka.
Berlatih menjaga lisan idealnya memang dilakukan setiap muslim selama Ramadan ini. Lisan kita akan lebih baik digunakan untuk berbicara yang bernas, berkata yang baik, dan melafalkan doa serta ayat suci Alquran. Atau minimal diam.
Ini akan lebih baik ketimbang kita mengumbar kata-kata yang tak ada manfaatnya. Terkadang lisan kita dengan entengnya menyakiti kawan bicara. Kita barangkali tak sadar, tapi itu akan menimbulkan kesan yang mendalam bagi yang mendengar.
Dalam konteks puasa, menjaga lisan ini menjadi keistimewaan tersendiri. Karena puasa pada hakikatnya juga menjaga lisan kita dari perkataan yang buruk.
Selain mata dan hati, lisan juga menjadi satu instrumen yang akan mengurangi pahala puasa jika tidak dikendalikan dengan baik.
Berpikirlah dengan baik-baik sebelum mengucapkan sesuatu. Yakinkan semua kontes perkataan kita itu memang ada manfaat bagi yang mendengar.
Candaan atau joke yang dilontarkan sedapat mungkin menjadi bumbu penyedap saja, tanpa mengurangi esensi pembicaraan. Dengan begitu, lisan kita bisa dijaga dari terselip membicarakan orang lain.
Kita sudah genap sepekan berpuasa. Mari introspeksi apakah dalam tujuh hari ini lisan kita masih sama seperti bulan sebelumnya ataukah ada perubahan.
Jika belum, manfaatkan sisa hari Ramadan dengan baik. Mari jaga lisan dengan perkataan yang baik. Atau jika belum bisa, lebih baik diam. Itu lebih baik.