“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku.” (QS Adz Dzariyat ayat 56)
Selama Ramadan, ada beberapa kali kita mendengar ustaz memberikan tausiyah agama dengan mengutip ayat ini. Makna dasarnya adalah apa yang kita lakukan selama hidup semuanya dalam rangka beribadah.
Ada ibadah khusus dalam arti bentuk penyembahan kepada Allah seperti salat, puasa, haji, zakat, infak, sedekah, dan sebagainya.
Ada pula yang sifatnya punya dimensi sosial. Berlaku baik di masyarakat adalah salah satunya. Dan dalam konteks ini menarik untuk dikaitkan dengan politik.
Penulis meyakini bahwa aktivitas Berpolitik, aktif di partai, ikut dalam konstestasi, kemudian diamanahkan menjadi kepala daerah adalah bentuk ibadah kepada Allah Swt.
Mengapa demikian? Sebab, itu semua adalah pengejawantahan prinsip-prinsip Islam di dalam kehidupan. Bagi kami, berpolitik adalah jalan menuju kebaikan. Bahwa ia menjadi saham kebaikan untuk orang lain. Bahwa amanat yang disandang mesti dijalankan dengan baik.
Kami memandang apa yang dilakoni dalam ranah politik ini adalah salah satu bentuk ibadah kami kepada Allah. Dimensinya langsung kepada manusia.
Betapa kekuasaan itu digunakan untuk kemaslahatan masyarakat. Bahwa apa yang dilakukan itu diniatkan untuk membantu warga ke arah yang lebih baik.
Salah satu keinginan terbesar warga adalah infrastruktur jalan yang mantap. Pemimpin yang baik adalah yang mampu mengejawantahkan asa masyarakat ke dalam realitas pembangunan.
Tentu disesuaikan dengan bujet atau anggaran. Maka, kebutuhan rakyat terhadap jalan itu direalisasikan dalam program pembangunan.
Jika itu terealisasi, ada banyak kebaikan-kebaikan yang muncul selanjutnya. Akses yang mudah, distribusi hasil alam ke pasar lebih gampang, dan meringkas jarak tempuh karena jalan sudah mulus dan mantap.
Bentuk ibadah ini tentu tidak bisa terealisasi jika ruang lingkup politik tidak dijamah dan diperlakukan dengan baik. Bahwa kesempatan itu datang dalam bentuk kontestasi, jelas hal yang lumrah. Maka itu, begitu peluang beramal dalam lapangan politik dibuka, kita mesti memanfaatkan dengan baik.
Politik dan kekuasaan adalah hal yang bersisian. Inilah sebabnya, politik acapkali dimaknai sebagai jalan meraih kekuasaan. Buat apa kekuasaan itu? Tentu dalam konteks tulisan ini, untuk beribadah kepada Allah.
Menjalankan program-program yang dibutuhkan rakyat adalah sebuah bentuk amal saleh sosial yang bisa dimainkan. Kesempatan ini tidak diberikan kepada semua orang. Hanya segelintir yang mempunyai kans beramal sosial dalam skup politik dan pemerintahan. Sebab itu, jika kesempatan itu datang, maksimalkan selagi bisa.
Segala sesuatu bergantung pada niat. Berpolitik juga bergantung niat. Niatnya apa? Apakah serius bekerja untuk kemaslahatan umat atau sekadar mencari ranah pekerjaan dan eksistensi baru.
Dari niat itulah nanti akan kelihatan, motivasi apa yang membuat seseorang tampil dalam ranah politik. Pendeknya, bagi kami, melakukan aktivitas politik kemudian bekerja untuk kebaikan-kebaikan bagi rakyat, itulah esensinya.
Pada noktah inilah wujud pengejawantahan politik untuk ibadah ini akan menemukan momentumnya. Bagi kami, berpolitik itu ibadah, bekerja untuk rakyat itu ibadah, menyejahterakan mereka adalah ibadah. (*)