
Kabid Perumahan dan Permukiman Dinas PUPR Tanggamus, Ariyuda. | Zairi
Jejamo.com, Tanggamus – Cerita miris seorang perempuan penyandang disabilitas yang tinggal sebatang kara di gubuk milik orang lain, dua kali melahirkan tanpa jelas siapa bapaknya menuai empati berbagai pihak.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Tanggamus Edison, kepada Jejamo.com mengatakan, mereka sudah turun ke lokasi bersama Dinas Sosial, dan bertemu dengan kakak kandung yang bersangkutan.
Menurutnya, mereka sudah berkoordinasi dengan Dinas Sosial. Rencananya akan menempatkan dia di Panti Sosial Provinsi, tapi ditolak.
Aasannya dia masih mempunyai keluarga dan bukan orang telantar.
“Kami mau turun ke rumah kakaknya untuk memberikan bantuan. Kami akan mengajak camat, kepala pekon beserta aparaturnya, untuk dilakukan rembuk pekon karena msalah ini sangat konpleks,” jelas Edison.
Dia mengatakan, masalah ini sangat rumit.
Pertama, orang keterbelakangan mental, tempat tingalnya sangat tidak manusiawi, faktor keluarga, ditambah mempunyai anak tanpa jelas siapa bapaknya.
Karenanya rembuk pekon sangat diperlukan. Intinya fokus pada kemanusian.
“Kami mengupayakan dia bisa tinggal bersama kakaknya, supaya lebih terawasi,” kata dia.
Ditambahkanya, setelah dilakukan rembuk pekon, baru kita akan masuk untuk mengungkap siapa bapak dari kedua anaknya.
Menurut informasi dia mengetahui siapa pelakunya, tapi tidak tahu namanya, bahkan dia tahu rumahnya.
“Kedua anaknya sekarang diurus keluarganya, tapi bukan diadopsi. Kaitan bedah rumah kita akan koordinasikan terlebih dahulu, yang kita tahu dia ini tinggal dan satu KK dengan kakak dan bibinya, ujarnya.
Terpisah, Kabid Perumahan dan Permukiman Dinas PUPR Tanggamus, Ariyuda, di ruang kerjanya mengatakan, belum ada laporan kalau rumah perempuan difabel itu akan direnovasi, dari program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Pemkab Tanggamus.
Menurut dia, belum ada usulan dari pekon setempat untuk dapat program BSPS.
Ia mengatakan program ini harus ada swadaya. Artinya komponen yang terpenuhi untuk layak menjadi penerima di antaranya, tanah milik sendiri, jelas KK dan KTPnya, juga sanggup berswadaya.
Atau melalui Jejamo.com mengusulkan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) menjadi Rumah Layak Huni (RLH) ke Dinas PUPR Tanggamus, dengan membawa berkas lengkap.
“Nanti kami survei ke lapangan,” kata dia. [Zairi]