Jejamo.com, Lampung Tengah – Kejaksaan Negeri Lampung Tengah menangani tiga kasus korupsi yang masuk dalam tahap penyidikan, antara lain kasus biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), kasus Kepala Kampung Sendangmulyo terkait alokasi dan desa (ADD), lalu penyelidikan BPR Rajasa.
Kajari Lampung Tengah Nina Kartini mengatakan, dalam kasus BPHTB, penyidikan menyebut nama kepala kampung, tetapi belum ada celah pembuktin. Lalu untuk kasus ADD, Kepala Kampung Sendangmulyo sudah ditetapkan sebagai tersangka, dan untuk kasus BPR Rajasa ada dua tersangka.
Nina menegaskan, ke depan dalam penangan kasus korupsi akan terus sesuai dengan yuridis hukum. Jika ada fakta data dokumen dan keterangan saksi, akan terus dilanjutkan sepanjang ada alat buktinya.
”Jika ada laporan full data, full dokumen data, dan ada fakta hukum serta alat bukti, kami akan tegas. Seoptimal mungkin kami tidak akan memberhentikan kalau sudah ada alat bukti,” tegas Kajari, Senin, 19/12/2016..
Jika tidak ada alat bukti, pihaknya belum berani. Namun, jika ada fakta hukum, w ajib naik.
”Ke depan kami akan terus konsisten dan konsekuen. Kalau ada laporan baik secara lisan dan tertulis, sepanjang kami melakukanpenyidikan dilapangan ditemukan fakta hukum, ya maju, naik sampai penuntutan dan eksekusi,” paparnya.
Ia menerangkan, ada pekerjaan rumah yang belum selesai sejak kepemimpinan Kajari masa periode 2009. Yakni kasus BRI bagian keuangan yang menampung dana deposito Rp2 miliar. Tunggakan tahun 2009 telah disidik pada 2011 dan kasus Panwaslu tersangka Awaludin dalam tunggakan.
”Kalau kasus Awaludin, kami geser ke tahap satu penelitian berkas karena audit BPKP ada yang belum. Sampai sekarang belum ada hasilnya,” katanya.(*)
Laporan Raeza Handani, Wartawan Jejamo.com