Jejamo.com, Bandar Lampung – Kericuhan dan permasalahan Pemilihan Raya (Pemira) UIN Raden Intan Lampung yang terjadi bukan tanpa sebab.
Dasar permasalahan yang menyebabkan keributan pada pemungutan suara (28/11/2018) lalu adalah kecacatan administratif penyelenggaraan Pemira.
Jenderal Mahasiswa Peduli Demokrasi Kampus (MPDK) Mukhlis Sidik menjelaskan, Pemira yang diharapkan berjalan lancar dan terlaksananya demokrasi kampus mulai pecah sebelum selesainya pemungutan suara akibat ditemukan kecurangan.
“Kecurangan yang ditemukan denagn adanya pembagian slip dan KTM yang digunakan pencoblosan secara berulang-ulang oleh orang yang sama,” ujarnya saat konpres di UIN Raden Intan Lampung, Kamis, (6/11/2018).
Selain itu kericuhan terjadi akibat ketidakpuasan mahasiswa oleh hasil kongres yang dilaksanakan beberapa waktu lalu.
Pasalnya, dari awal pelaksanaan kongres yang dilakukan senat mahasiswa sudah banyak kecacatan terjadi.
“Mulai dari sosialisasi kongres yang tidak terbuka, tidak diberikannya surat undangan untuk perwakilan UKM, HMJ, SEMA, DEMA secara menyeluruh dan ada beberapa peserta kongres bukan dari utusan organisasi mahasiswa kampus yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku,” jelasnya.
Mukhlis menuturkan, atas kericuan tersebut Pemira dihentikan sementara. Namun, secara sepihak panitia Pemira mahasiswa mengeluarkan surat keputusan dengan nomor 04/A/1/SK-PEMIRA-U/29/11/18 tentang pemungutan dan penghitungan suara serta penetapan hasil pemilu mendiskualifikasi calon.
“Yang menjadi pertanyaan kami adalah surat keputusan dikeluarkan pada 29 November 2018 yang mana satu hari pasca-Pemira. Menurut kami terlalu cepat mengeluarkan keputusan tanpa pertimbangan,” paparnya.
“Artinya ini menguatkan bahwa ada indikasi panitia pelaksana universitas telah merencanakan untuk mendiskualifikasi calon untuk kepentingan ataukah panitia pelaksana tidak mengerti tata tertib Pemira yang berlaku. Dan itu artinya panitia pelaksana tidak berlaku adil dan profesional,” tandasnya. (Andi Apriyadi)