Jejamo.com, Bandar Lampung – Menjelang Ramadan tahun ini, tepatnya pada tanggal 13-14 Mei 2018, Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung mempersembahkan sebuah pertunjukan Teater-Tari, “Lear” karya Rio Kishida yang disutradarai oleh Ari Pahala Hutabarat.
Secara bentuk pemanggungan, Ari Pahala Hutabarat pada kesempatan ini mengompilasikan antara teater, tari, musik, dan citraan visual secara epik ke dalam tragedi Lear tersebut.
Lear adalah naskah tragedi dari Yunani yang ditulis oleh William Shakespeare. Lear itu sendiri adalah seorang raja yang dihianti oleh anak sulungnya hingga akhirnya mengantarkannya pada kematian.
Sebagai seorang ayah, Lear telah mengasuh anak-anaknya dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Ia mengajari anak-anaknya berbagai hal, tentang cinta, peperangan, hukum, politik, tata negara serta bagaimana menjadi seorang anak yang tumbuh dewasa di tengah istana.
Namun, di tengah kejayaannya, raja Lear justru mengalami kejatuhan yang sangat dalam akibat penghianatan anak sulungnya dan pemberontakan secara halus yang terjadi di dalam struktur kerajaan.
Raja Lear tak menyadari bahwa apa yang telah ia ajarkan pada anak-anaknya justru menjadi ujung pedang yang berbalik menusuk dirinya. Siasat kotor dan hasutan-hasutan penghiantan mulai merebak di lingkungan istana hingga membuat raja Lear kehilangan istri dan anak bungsunya serta semua yang telah ia bangun dengan susah payah. Kekuasaannya seketika hancur.
Kejatuhannya itu membuat hatinya remuk bagai serpihan cermin yang berhamburan di udara yang tak akan bisa kembali utuh. Kini ia merasa hidupnya rapuh, sia-sia, tak berarti apa-apa. Tinggalah pelayan setia dan badut yang tetap setia mengikuti petuahnya.
Kemudian atas dorongan dari badut, ia berniat ingin membalas semua yang telah terjadi padanya. Namun, usahanya gagal dan ia dibunuh oleh anak sulungnya.
Mempercayai kata-kata berjanji adalah sebuah keniscayaan. Kata-kata ibarat kunci. Membuka pintu bagi maksud sejati. Membuka pintu bagi dusta keji.
Raja Lear tak menyadari bahwa ada penghianatan yang sejak lama bersembunyi di balik selimutnya. Obor kehidupannya telah gagal menerangi kegelapan. Ia adalah orang tua yang lengah sepanjang hidupnya.
Proses menuju kesadaran itu disampaikan melalui dialog-dialog yang akan menggugah hati manusia untuk kembali bertanya mengenai makna kehidupan dan cinta serta sesuatu yang disebut takdir.
Gerak-gerak tari sederhana ditampilkan penuh makna sehingga menggambarkan gejolak emosi yang pasti pernah dialami setiap manusia.
Kemudian untuk fase training hingga reherseal telah melibatkan beberapa seniman, koreografi dan pesilat, antara lain Alexander GB, Yulizar fadli, Tresna Ayungingtyas, Annisa Chairiyah, Diantori dan Iwan Wijaya serta melibatkan 23 orang penampil dari divisi-divisi yang terdapat di UKMBS Unila yaitu divisi Musik, Tari, Rupa, dan Teater dan Sastra. Dalam proses penggarapannya telah memakan waktu sekitar empat bulan.
Secara artistik pertunjukan ini juga sedikit-banyak mengangkat aspek-aspek kearifan lokal Lampung, seperti tari-tarian, musik, serta pencak silat sebagai pendukung kisah-kisahnya.
Lear project adalah salah satu program kolosal tahunan UKMBS Unila yang telah melibatkan seluruh anggota aktif, alumni, seniman dan berbagai pihak.
Pada tahun sebelumnya telah berhasil menampilkan Waiting for Warih karya dan sutradara Ari Pahala Hutabarat. Yang tentu saja ini adalah proses yang sangat melelahkan, seru, menyenangkan juga beresiko.
Dalam rilis yang diterima redaksi, disebutkan bahwa pertunjukan ini sangat direkomendasikan untuk ditonton karena dapat memberikan pengalamn emosi dan artistik yang bagus.
Jangan lupa saksikan Lear (asian version) karya Rio Kishida dengan sutradara Ari Pahala Hutabart oleh UKMBS Unila pada tanggal 13-14 Mei 2018, pukul 16.00 WIB di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Lampung.(*)