Jejamo.com, Yogyakarta – Kondom selama ini selalu dikonotasikan dari sisi negatif saja. Padahal pada dasarnya kondom adalah alat kesehatan dasar kesehatan reproduksi.
Pendapat itu mengemuka pada diskusi yang ditaja DKT Indonesia dalam Konferensi Internasional Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi di Hotel Sahid Jaya Yogyakarta, Senin (30/9/2019).
Kepala Marketing DKT Indonesia Ade Maharani mengatakan, stigma negatif dari kondom ini tidak lepas dari anggapan bahwa membicarakan perencanaan keluarga (family planing) dan kesehatan reproduksi (kespro) adalah sesuatu yang tabu.
“Tidak diposisikan sebagai alat keluarga berencana dan sebagai penunjang hubungan seks yang aman. Kondom itu hanyalah alat saja,” katanya.
Ketabuan itu bahkan sudah dimulai di tingkat keluarga. Ade mengungkapkan, untuk membicarakan mengenai alat kontrasepsi saja orang sudah malu dan menganggapnya tidak pantas.
“Mau beli misalnya, padahal pasangan yang sudah menikah, juga masih malu-malu. Dianggapnya negatif, sesuatu yang nakal,” katanya.
Hal ini diperparah dengan pasal 441 di di RUU KUHP terkait pemidanaan promosi kontrasepsi. Pasal ini menyebutkan, orang yang mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, menunjukkan untuk bisa memperoleh alat pencegah kehamilan [kontrasepsi] kepada Anak dipidana denda maksimal Rp1 juta (kategori I).
“Kondom seharusnya dikampanyekan sebagai alat kontrasepsi, bukan alat free sex, diposisikan sebagai alat proteksi,” katanya.
Terkait kondom, produk DKT Indonesia sendiri mengklaim sudah menyumbang 20,4 persen alat kontrasepsi modern dari sektor swasta. Sejak 1996 hingga 2018, DKT Indonesia mengklaim telah melindungi 8,5 juta pasangan dalam program KB dan mencegah 3,2 juta kehamilan yang tidak direncanakan melalui berbagai pilihan metode kontrasepsi modern. []