
Dosen Prodi Teknik Industri gelar pengabdian masyarakat. (Dok Itera)
Jejamo.com, Bandar Lampung – Demi menciptakan pola hidup masyarakat yang sadar terhadap kebersihan dan kesehatan serta keseimbangan lingkungan hidup, dosen-dosen dari Program Studi Teknik Industri Institut Teknologi Sumatera (Itera) menyelenggarakan pengabdian masyarakat bertempat di Ponpes Daarut Taqwa Way Huwi, Jumat (12/9/2018).
Kegiatan yang dikemas dalam bentuk pelatihan dan praktik langsung tersebut diikuti oleh 40 orang yang terdiri dari santri Ponpes Daarut Taqwa dan masyarakat sekitar.
Ketua pelaksana kegiatan, Rinda Gusvita mengatakan, kegiatan ini bertujuan membentuk paradigma baru dalam diri peserta dalam memandang sampah.
Peserta diberi pemahaman bahwa membuang sampah pada tempatnya bukan lagi solusi jika tanpa dilakukan pengelolaan dari rumah.
Penekanan diberikan dalam mengubah paradigm masyarakat di dalam pengelolaan sampah dengan mengelola sampah langsung dari sumbernya dengan mereduksi penggunaan sampah anorganik seperti plastik dan lainnya, memilah, serta mengolah sampah organik sehingga mempunyai nilai tambah.
“Sampah organik adalah komposisi terbanyak dari sampah yang dihasilkan dalam rumah tangga. Jumlahnya bisa mencapai 60% dari total volume sampah. Jadi dengan melakukan pemilahan dan pengolahan sampah dari hulu (rumah) harapannya bisa menekan penumpukan sampah dan masalah di hilir (TPA),” jelasnya.
Sebelumnya, Umi Aina, pengurus Ponpes mengatakan bahwa mereka belum pernah melakukan pengelolaan sampah. Sampah hanya dibuang ke tanah kosong di samping pondok lalu dibakar.
Beberapa warga ada yang menggunakan jasa sokli, bahkan ada juga yang membuangnya ke tempat sampah di pasar.
Peserta kegiatan ini diajarkan keterampilan mengolah sampah organik menjadi kompos dengan metode keranjang takakura dan Lubang Resapan Biopori (LRB).
Selain menghasilkan mengurangi volume sampah, pengolahan sampah organik dengan cara ini dapat menghasilkan kompos dan membuat lubang-lubang resapan biopori yang berfungsi memperbaiki struktur tanah sekaligus sebagai resapan air.
“Diharapkan setelah mengikuti kegiatan pelatihan ini, seluruh peserta kedepannya dapat mengimplementasikan pengetahuan yang didapat dalam keseharian mereka. Lebih dari itu para santri dapat membawa kebiasaan baru jika pulang ke rumahnya masing-masing sehingga akan terbentuk kelompok-kelompok baru di masyarakat yang semakin sadar dan peduli terhadap kondisi lingkungannya,” pungkas Rinda.(*)
Laporan Sugiono, Wartawan Jejamo.com