Jejamo.com, Bandar Lampung – Seratusan mahasiswa dan pelajar SMA di Bandar Lampung yang tergabung dalam Pos Perjuangan Rakyat Lampung menggelar aksi damai di Tugu Adipura, Bandar Lampung, Senin, (30/9/2019).
Koordinator aksi Tri Susilo mengatakan, aksi damai yang dilaksanakan hari ini untuk menagih janji DPRD Lampung untuk meneruskan amanat mereka yang menolak paket RUU tidak rakyat.
“Ini aksi yang kedua, aksi kemarin tuntutannya dari pihak DPRD Provinsi Lampung itu sudah menyampaikan ke pusat. Tapi kami tidak begitu percaya apakah mereka sudah menyampaikan apa belum? Jumat kemarin kami mendorong kembali, namun dewan baru menandatangani saja dan akan dikirim ke Jakarta,” ujarnya.
Menurut Tri, massa akan kembali menggelar aksi. Namun tergantung situasi nasional.
“Jika masih penundaan revisi UU maka kami akan menggelar aksi lagi,” kata dia.
Dalam aksinya massa menuntut mencabut UU KPK, tolak RKUHP, RUU Minerba, RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Permasyarakatan, segera Sahkan RUU P-KS, hentikan kriminalisasi dan represifitas terhadap gerakan rakyat, tolak calon pimpinan KPK bermasalah pilihan DPR, tolak TNI-Polri menduduki jabatan sipil, hentikan kriminalisasi dan militerisme di Papua, bebaskan tahanan politik Papua.
“Kami juga meminta hentikan pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera akibat korporasi serta cabut izin korporasi perusak hutan dan usut tuntas pelanggaran HAM berat dimasa lalu,” jelasnya.
Sementara itu terkait pelajar SMA yang ikut aksi, Tri mengatakan, pelajar yang ikut aksi bukan permintaannya. Pelajar sendiri yang datang ingin menunjukkan solidaritas.
“Mungkin pelajar ini terbawa arus di Jakarta, bahwa anak pelajar pun harus bisa melakukan aksi. Sebab tuntutan kita sama yaitu tentang revisi UU yang nantinya berdampak pada mereka,” paparnya.
Di sisi lain, Bagus Ramadani salah satu pelajar mengatakan, ia bersama rekan-rekannya ikut aksi atas solidaritas pelajar dan demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Kami ikut demo atas kemauan sendiri, kami juga datang ikut demo bukan karena pintar. SPP kami memang mahal tapi harga diri NKRI lebih mahal. Jika bapak pejabat melarang kami turun, silakan baca UUD 1945 lagi,” pungkasnya. [Andi Apriyadi]