Jejamo.com, Bandar Lampung – Berita jejamo.com soal “gedung DPRD Lampung dijual” saat demo besar mahasiswa hari Selasa lalu, 24/9/2019, bermasalah.
Pada berita itu, terpampang foto banner tentang nomor telepon pada papan “Dijual” yang ditaruh mahasiswa di bagian atas Gedung dewan.
Rupanya, papan pengumuman dijual itu ada pemiliknya. Repotnya, usai membaca jejamo.com, beberapa yang minat membeli gedung dewan, menghubungi nomor telepon pada papan iklan kecil itu. Haduh, ada-ada saja.
Pemilik banner yang bertuliskan dijual dan tercantum dua nomor handphone terpasang di lantai dua gedung DPRD Provinsi Lampung, saat aksi demonstrasi itu pun mengaku terganggu.
Pemilik banner tesebut tidak mengetahui jika papan iklan yang telah disimpannya di dalam gudang rumahnya dibawa oleh mahasiswa yang kini menempati rumahnya untuk digunakan aksi demo di DPRD Provinsi.
“Saya mewakili kakak saya pemilik banner bertuliskan ‘dijual’ yang dibawa mahasiswa. Jadi atas banner tersebut seolah-olahkakak saya itu pemilik gedung DPRD Provinsi Lampung, dan juga diberitakan beberapa media saat melakukan peliputan aksi,” ujar Hanapi Sampurna selaku adik pemilik banner, Jumat, (27/9/2019).
Atas kondisi itu, lanjut Hanapi, dua nomor handphone yang tercantum milik kakaknya sering dihubungi orang tak dikenal menanyakan prihal kebenaran apakah gedung DPRD itu dijual dan berapa harganya.
“Bahkan ada juga yang memprofilkan facebook kakak saya. Kami juga tidak tahu maksud dan tujuannya apa. Lalu orang tersebut mengirimkan ke Whatsapp kakak saya,” terangnya.
Ia mengatakan, akibat sering dihubungi orang tak dikenal, kakaknya merasa terganggu aktivitasnya.
Padahal kakaknya tidak tahu jika banner dibawa oleh orang yang menyewa rumahnya ini.
“Rumah kakak itu hendak dijual. Maka ditulis banner dan mencantumkan dua nomor handphone, tapi sekarang sudah ada yang menyewa yaitu mahasiswa. Lalu banner dicopot dan disimpan dalam gudang,” kata dia.
“Saat aksi mahasiswa membawa banner tanpa izin kakak, dan dipakainya itu bagian belakang bertuliskan aspirasi mereka, yang saya sampaikan di sini, kakak saya tidak ada kaitan apa pun mendukung dalam aksi di DPRD,” sambungnya.
Dia juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak menghubungi dua nomor yang tercantum di banner. Ia menegaskan kakaknya merasa terganggu.
“Selain itu kawan-kawan mahasiswa dan kakak sudah bertemu dan mereka sudah meminta maaf atas kekhilafannya,” imbaunya.
Sementara itu, dua mahasiswa yang membawa banner yaitu Edi dan Rama meminta maaf atas tidak kesengajaan membawa banner tanpa seizin pemiliknya hingga menyebabkan pemilik merasa terganggu.
“Dengan ini kami menyatakan bahwa banner yang terpasang di Gedung DPRD Provinsi Lampung yang bertuliskan dijual hubungi ke nomor ini adalah kesalahan kami yang membawa banner tanpa seizin pemilik rumah yang kami sewa,” ujar Edi.
Ia mengaku banner yang dibawa ke aksi demo sebenarnya bertuliskan tuntutan aksi di bagian belakangnya. Namun saat aksi berlangsung banner tersebut hilang atas kecerobohannya.
“Kami juga nggak tahu bahwa banner itu dipasang di atas gedung DPRD. Dengan ini kami minta maaf kepada pemilik rumah. Dikarenakan nomor tercantum sering dihubungi orang tak dikenal,” pungkasnya. [Andi Apriyadi]